Jakarta (Lampost.co) — Perguruan Tinggi Negeri (PTN) bisa menambah kuota penerimaan mahasiswa miskin. Sehingga PTN tak bisa selamanya mengunci penerimaan 20 persen mahasiswa miskin setiap tahunnya.
Sebanyak 20 persen siswa miskin tersebut terdapat skema uang kuliah tunggal (UKT) khusus, yakni di kategori I dan II yang besarannya Rp500 ribu dan Rp1 juta.
Hal itu karena semakin banyak orang Indonesia yang perlu mendapat akses pendidikan tinggi untuk menembus persaingan. Di sisi lain secara demografi, usia produktidf di Indonesia juga terus bertumbuh.
Baca Juga:
UKT Berhak Diturunkan Jika Orang Tua Tak Mampu Bayar
“Minimal ada niat, ada rencana misal sekarang 20 persen, tapi tiap tahun naik dengan perhitungan yang tepat misal tahun depannya 22 persen kemudian 25 persen,” kata Professor and Chairperson, Department of Community and Regional Planning, Alabama A&M University, Amerika Serikat, Deden Rukmana, Rabu, 22 Mei 2024.
Selanjutnya, PTN maupun pemerintah mesti menggodok sistem yang kreatif untuk mahasiswa dengan ekonomi menengah ke bawah.
“Dan orang tua yang ekonomi ‘berada’, mereka bisa dikenakan lebih mahal tapi tetap masuk akal,” jelas dia.
Untuk mahasiswa dengan ekonomi kelas atas tak masalah jika biaya kuliah tinggi. Asal kampus tersebut benar-benar memiliki kualitas.
“Kayak UI atau UGM ya, itu kan sekolah bagus, maksudnya orang mau bayar kok,” ungkapnya.
Namun yang paling penting, kata dia, PTN mesti akuntabel dan tak bisa serta merta meratakan biaya kuliah.
“Intinya kalau kita mau punya kualitas dengan dosen yang berkualitas, dengan peralatan yang memadai, mesti ada biaya, tapi kasih ruang buat yang miskin jangan pukul rata. Tapi poin pentingnya akuntabiltas. Kalau kita keluar uang dan itu akuntabel, bisa dipertanggungjawabkan mestinya ada hasilnya. Yang kita takutkan kita tarik uang kuliah tinggi larinya malah korupsi,” pungkasnya.