Gaza (Lampost.co)—Sedikitnya 40 orang tewas dan lainnya terluka, Selasa (14/5/2024) dini hari, akibat pengeboman Israel di kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza Tengah, demikian laporan Palestine TV.
“Pesawat-pesawat tempur Israel mengebom sebuah bangunan tempat tinggal milik keluarga Karaja di selatan kamp Nuseirat, dan anak-anak termasuk di antara korbannya,” laporan Palestine TV, yang CNN kutip, Rabu (15/5/2024).
Tentara Israel telah berkali-ali menyerang kamp Nuseirat. Dalam serangan baru-baru ini pada akhir April, pesawat-pesawat tempur Israel menargetkan sebuah rumah penduduk di kamp pengungsi dengan sejumlah rudal, menewaskan sedikitnya sembilan warga Palestina, termasuk empat anak-anak, dan melukai 30 lainnya.
Rumah sakit di Gaza tengah melaporkan 40 orang tewas dalam dua serangan udara Israel semalam dalam jarak beberapa ratus meter satu sama lain.
Rumah Sakit Al Aqsa mengatakan, telah menerima 29 jenazah dari satu serangan, sembilan di antaranya adalah anak-anak. Sementara Rumah Sakit Al Awda mengatakan telah menerima 11 jenazah setelah serangan kedua.
“Serangan terjadi sekitar pukul 01.00 dan 02.45 pada Selasa pagi waktu setempat,” menurut para saksi.
Petugas penyelamat terus berupaya menemukan mayat di bawah reruntuhan bangunan empat lantai di Nuseirat yang hancur dalam serangan pertama. Saksi mata mengatakan puluhan orang berlindung di halaman gedung.
Video CNN menunjukkan mereka yang terluka dan tewas dibawa ke Rumah Sakit Martir Al Aqsa. Sementara video lainnya menunjukkan sejumlah warga mengangkat jenazah beberapa anak dari reruntuhan.
Anggota keluarga yang putus asa mengelilingi tumpukan puing, menunggu untuk melihat apakah ada yang selamat hidup-hidup, menurut rekaman tersebut. Namun para pekerja di lokasi kejadian jelas kekurangan peralatan untuk membongkar beton.
CNN telah menghubungi Pasukan Pertahanan Israel untuk memberikan komentar mengenai dua serangan tersebut.
Beberapa dari mereka yang tewas baru saja tiba dari Rafah, menurut orang-orang di tempat kejadian.
Kesaksian Warga
Salah satu saksi, Ashraf Al Jalees, mengatakan kepada CNN di lokasi kejadian, “Saya bersumpah mereka adalah warga sipil yang tidak bersalah. Mereka semua terkubur di bawah tanah, termasuk anak-anak. Ada tujuh gadis di sini. Kesalahan apa yang mereka miliki?”
Dia mengatakan telah mendirikan tenda untuk temannya, Hassan Obeid, yang menurutnya “tidak memiliki afiliasi dengan Hamas atau siapa pun”.
Menyebut nama Obeid, Al Jalees menambahkan, “Dia menginap di sini malam ini dan rumahnya runtuh menimpa mereka semua. Lebih dari 50 orang berada di bawah ini, saya bersumpah demi Tuhan mereka semua adalah warga sipil yang tidak bersalah. Tuhan akan menanyaiku suatu hari nanti jika aku berbohong.”
Pria lainnya, Hamdan Karaja, mengatakan kepada CNN, “Anak-anak saya, baik perempuan maupun laki-laki, berada di bawah reruntuhan. Istriku juga.”
Karaja mengatakan dia memiliki tujuh anak. Dia mengatakan telah mengambil jenazah ayahnya.
“Kami memiliki lebih dari 100 pengungsi, beberapa di antaranya terdiri dari 20 anggota keluarga. Mereka semua terjebak di bawah reruntuhan. Kami menjadi sasaran saat kami sedang tidur, tanpa peringatan sebelumnya,” kata Karaja.
“ Padahal, kami juga sudah memindahkan tenda warga di halaman. Kami memiliki 10 martir di sini dan 20 di sana,” ujar Karaja.
Kondisi Menantang
Rami Al Aida, juru bicara Pertahanan Sipil di Gaza Tengah, mengatakan para kru “beroperasi dalam kondisi yang sangat menantang karena kekurangan bahan bakar dan peralatan. Kami berharap dapat menemukan orang yang masih hidup. Kami mengimbau semua organisasi internasional untuk menyediakan peralatan, buldoser, dan bahan bakar yang diperlukan bagi pertahanan Sipil.”
Al Aida setuju dengan penilaian orang lain di lokasi bahwa puluhan orang masih berada di bawah reruntuhan. “Ada lebih dari empat keluarga yang terjebak di bawah reruntuhan, selain keluarga pengungsi yang mencari perlindungan di dalam dan sekitar bangunan. Ada lebih dari 100 orang.”
Seorang gadis bernama Sama Alousha mengatakan mereka mendengar ledakan sekitar pukul 01.00.
“Kami semua panik dan datang untuk melihat apa yang terjadi. Saya melihat rumah teman saya hancur total. Kami tidak dapat menyelamatkan siapa pun. Saya punya lima teman yang terjebak di bawah tempat ini,” sebut Alousha.
Seorang pria yang tidak menyebutkan namanya mengatakan dia dan keluarganya telah mengungsi beberapa kali.
“Kami mengungsi dari Shajaiya. Kami pindah ke Khan Younis lalu ke Rafah, dan dari Rafah, kami datang ke sini. Adikku menyewa tempat di sini dan tinggal di sana bersama keluarganya,” tutur Alousha.
“Tiba-tiba saya mendapat telepon yang memberitahukan bahwa tempat tinggal saudara saya diserang. Tidak ada alat untuk mengambilnya kembali. Mereka adalah keluarga beranggotakan enam orang, semuanya warga sipil tak berdosa. Adikku, istrinya, dan keempat anaknya (semuanya tewas),” pungkas Alousha.