Bandar Lampung (Lampost.co) — Penjabat (Pj) Gubernur Lampung
Samsudin siap menerima sanksi jika melanggar netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Apalagi menjelang pemilihan kepala daerah (
Pilkada) Serentak 27 November 2024 mendatang.
.
Samsudin mengatakan, dalam peraturan sudah jelas. Jika melanggar tentunya akan ada sanksi. “Itulah komitmen kami dalam melaksanakan undang-undang,” ujar Samsudin pada agenda serah terima jabatan di Mahan Agung, Kamis, 20 Juni 2024.
.
Kemudian Samsudin menyebutkan, sebagai Pj Gubernur dan juga ASN. Maka harus tunduk dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitupun jajaran ASN lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung dan 15 Kabupaten/Kota lainnya.
.
.
“Kami ketahui bersama, semua itu ada aturannya, kita harus jujur dan adil,” katanya.
.
Selanjutnya Samsudin mengatakan, ketika menjabat sebagai Pj Gubernur Lampung bertepatan dengan tahun politik. Oleh sebab itu, ia berharap pelaksanaan pilkada bisa berjalan kondusif dan harmonis.
.
“Walaupun saat perjalanan ada calon-calon yang sudah menyamapaikan visi misi. Tapi semua itu saudara kita, pada akhirnya semua harus berjalan baik untuk kepentingan Lampung yang maju dan berkembang, ” Katanya.
.
Ia berharap bisa bekerjasama dengan Forkopimda, DPRD Lampung, Walikota dan Bupati serta instrumen masyarakat. “Karenanya, semua itu harus bersama,” katanya.
.
Sementara itu, dalam Pasal 71 UU 10 tahun 2016. Berbunyi pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Apalagi Pj yang merupakan pejabat daerah.
.
Kemudian terdapat unsur pidana pada pasal 188 UU 10 tahun 2016 tersebut. Berbunyi setiap pejabat negara, pejabat ASN, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar mendapat sanksi. Sanksinya pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000 (enam juta rupiah).