Bandar Lampung (Lampost.co)– Kurikulum Merdeka digadang-gadang membuat siswa dapat mendalami minat dan bakatnya masing-masing. Pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat siswa maka peserta didik dapat berkembang secara maksimal.
“Salah satu pihak yang berperan penting dalam dunia pendidikan, utamanya dalam Kurikulum Merdeka adalah psikolog,” kata Direktur Utama Insight Yogyakarta Debri Setia Ningrum pada seminar pendidikan di Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Selasa, 30 April 2024.
Seminar tersebut bertajuk peningkatan SDM Provinsi Lampung melalui maksimalisasi peran tenaga psikolog sesuai dengan amanah UU No.23 tahun 2022 tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi.
Seminar dengan peserta tenaga pendidik dan kependidikan SMA/SMK itu, menghadirkan tiga narasumber lainnya. Yakni Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Andik Matulessy, Rektor UML Mardiana, dan Pengawas Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 1 Dermawati.
Dalam pemaparannya, Debri menjelaskan psikolog menyediakan data psikologis yang valid dan reliabel sesuai kebutuhan sekolah.
“Psikolog dalam praktiknya memberikan layanan sesuai dengan UU. Termasuk dalam upaya pengembangan SDM yang berkaitan erat dengan pendidikan peserta didik melalui sekolah-sekolah dalam Kurikulum Merdeka,” kata Debri.
Menurutnya, salah satu layanan psikologi dalam Kurikulum Merdeka untuk kelas X SMA dan SMK adalah tes analisis diagnostik.
Bagi siswa SMA, tes mengukur IQ, bakat, minat, mata pelajaran, dan gaya belajar. Sementara pada siswa SMK mengukur IQ, kompetensi umum, sikap kerja, kepribadian, dan gaya belajar.
“Aspek SMA dan SMK berbeda. SMA berorientasi pada pendidikan, sementara SMK pada dunia kerja. Kami mempersilakan para guru atau siswa untuk mengakses informasi tentang tes analisis diagnostik ke kantor kami di Jalan Imam Bonjol No. 574 Kemiling, Bandar Lampung,” ujarnya.
Minim Psikolog
Sementara, Ketua Umum Himpsi Andik Matulessy menjelaskan jumlah psikolog aktif di Lampung masih sangat minim.
“Data yang saya dapatkan, psikolog aktif di Lampung 83 orang, sementara penduduk sekitar 9 juta jiwa. Jadi rasionya belum memadai karena 1:110.000 jiwa. Idealnya adalah 1:15.000 jiwa,” kata dia.
Sementara Pengawas Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 1 Dermawati menyatakan bahwa sekolah perlu kerja sama dengan psikolog. “Tujuannya untuk menghasilkan data analisis diagnostik yg akurat sesuai UU,” kata dia.