Bandar Lampung (Lampost.co) — Usai hampir menunggu sekitar 4 jam sejak awal melakukan aksi demonstrasi, anggota DPRD Provinsi Lampung akhirnya menemui ribuan mahasiswa.
Perwakilan DPRD Provinsi Lampung menemui ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Lampung Menggugat, Jumat, 23 Agustus 2024.
Ketua DPRD Provinsi Lampung, Mingrum Gumay bersama Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung, Yosi Rizal menemui langsung mahasiswa dengan menaiki langsung mobil komando.
Baca Juga:
Pengesahan RUU Pilkada Batal, KPU Diminta Taati Putusan MK
Mingrum yang menaiki mobil podium mengatakan bahwa pihaknya siap berdialog dengan perwakilan mahasiswa.
“Apa yang menjadi aspirasi kita tampung dan kawan-kawan mahasiswa bisa berdialog dengan kami,” kata Mingrum.
Ia meyakini bahwa para mahasiswa melakukan aksi demonstrasi tidak ditunggangi oleh kepentingan apapun.
Mingrum juga berjanji bakal menampung aspirasi beserta tuntutan mahasiswa yang melakukan aksi pada hari ini.
“Yakinlah bahwa aspirasi saudara akan kami sampaikan (ke Senayan), itu prinsip,” pungkasnya.
Pantauan Lampost.co, pukul 13.50 massa aksi berhasil membuka paksa pagar kawat pembatas dan meminta untuk masuk ke gedung DPRD Lampung.
Tiga Tuntutan
Sebelumnya, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Lampung Menggugat melakukan aksi demonstrasi di Gedung DPRD Provinsi Lampung, Jumat, 23 Agustus 2024.
Dalam aksi parlemen jalanan itu, mahasiswa tersulut atas peristiwa di Senayan yakni DPR RI yang secara kilat merevisi RUU Pilkada.
Dalam aksi juga para mahasiswa melakukan orasi dan membawa tiga tuntutan. Tuntutan pertama yakni menuntut DPR dan Presiden untuk menghentikan RUU Pilkada.
Kedua menuntut KPU untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70. Dan tuntutan terakhir atau ketiga menghapus semua kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat, seperti UU Ciptaker dan PP turunannya. Kemudian Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024, UU Minerba, KUHP, Tapera, RUU TNI/Polri, RUU Sisdiknas, RUU Penyiaran, dan RUU Wantimpres.
Jenderal Lapangan Aliansi Lampung Menggugat, Naufal Alman Widodo mengatakan dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah bersama DPR hanya mengeluarkan kebijakan yang menindas rakyat.
“Mulai dari disahkannya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang memfasilitasi kenaikan biaya perguruan tinggi. Lahirnya Tapera yang sejatinya merupakan upaya untuk memasifkan investasi dengan menjadikan kelas pekerja sebagai tumbal. Sampai yang paling terbaru adalah manuver dari para elit oligarki yang semakin mengangkangi konstitusi dan mengebiri demokrasi,” terang Naufal.
Ia mengklaim pemeritah saat ini hanya mendahulukan kepentingan para pemilik modal dari pada rakyat secara umum.
“Hal itu bisa kita lihat dari betapa mudahnya pemerintah dalam mengacak-acak demokrasi dan konstitusi demi untuk mempertahankan otoritasnya,” tuturnya.
Naufal menyebut peristiwa yang terjadi saat ini semuanya saling terhubung melalui satu sebab yang sama, yakni Presiden Jokowi beserta kroninya.
“Mereka ingin memaksakan negara ini menjadi negara neoliberal dengan menjadikan pasar sebagai panglima. Sehingga wacana untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” pungkasnya