Bandar Lampung (Lampost.co) — Provinsi Lampung kini memasuki masa peralihan musim dari kemarau menuju penghujan. Fase ini kerap menyebabkan fluktuasi cuaca ekstrem yang tak menentu.
Pengamat Kebencanaan Universitas Lampung, Sarkowi, mengatakan peralihan musim berpotensi menimbulkan sejumlah bencana hidrometeorologi.
“Bencana hidrometeorologi itu seperti banjir, tanah longsor, kemudian angin puting beliung,” ujarnya, Rabu, 16 Oktober 2024.
Gerak cepat mitigasi harus dilakukan oleh seluruh pihak. Mulai dari pemerintah daerah hingga keterlibatan aktif masyarakat.
Jika mitigasi tak segera sejumlah pihak lakukan. Bencana tersebut dapat memberi efek yang lebih besar dengan menimbulkan kerugian materiil hingga korban jiwa.
“Justru di masa awal peralihan ini harus segera dilakukan. Supaya potensi yang besar itu dapat kita tekan,” katanya.
Sarkowi menilai keterlibatan pemerintah daerah dalam hal ini sangat penting. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tak boleh hanya sekedar memetakan wilayah berisiko bencana. Lebih dari itu, badan ini harus mampu memastikan informasi tersebut benar-benar tersampaikan ke masyarakat sebagai langkah mitigasi.
“Saya melihat sosialisasi akan peta tersebut belum mampu menyentuh masyarakat secara menyeluruh. Akibatnya kewaspadaan akan bencana itu akan datang terlambat,” kata dia.
Pada bencana banjir, mitigasi dini yang perlu dilakukan adalah mengecek wilayah berisiko, dan memastikan faktor-faktor penyebab banjir itu ditangani dengan cepat.
“Perlu dilihat dan dievaluasi. Misalnya kalau evaluasi sebelumnya adalah pendangkalan dan penyempitan sungai, maka itu harus ditangani mulai sekarang. Jangan nanti-nanti,” tuturnya.
Sementara untuk bencana longsor, reboisasi menjadi hal penting yang perlu dilakukan. Masyarakat juga perlu terlibat dalam menjaga kelestarian alam.
Adapun untuk mitigasi puting beliung dapat dilakukan dengan menggunakan material bangunan yang kokoh. Pasalnya, bencana ini sangat sulit diprediksi karena Indonesia terlintasi oleh garis khatulistiwa.
“Karena memang kita dekat dengan khatulistiwa, jadi kita belum bisa memprediksi jenis bencana ini. Karenanya, kita bisa belajar dari pengalaman yang ada,” pungkasnya.