Bandar Lampung (Lampost.co) — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menegaskan komitmennya untuk menerapkan penegakan hukum yang lebih humanis. Upaya ini melalui penerapan pidana kerja sosial dan mekanisme restorative justice dalam penanganan perkara.
Upaya ini diharapkan dapat menyentuh akar persoalan sosial di balik tindak pidana serta membantu pelaku kembali ke masyarakat dengan lebih produktif.
Asisten Pidana Umum Kejati Lampung, Anton Rudiyanto, menjelaskan bahwa Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara pidana tanpa harus selalu melalui jalur persidangan. Terutama bagi kasus-kasus yang memenuhi kriteria restorative justice.
“Kami ingin penyelesaian perkara tidak hanya berhenti pada vonis. Akar persoalan sosialnya juga harus diselesaikan. Jika seseorang mencuri karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan makan, lalu kita penjarakan, maka keluarganya justru akan semakin menderita. Karena itu, perlu langkah penyelesaian yang lebih manusiawi,” ujar Anton, Kamis, 20 November 2025.
Ia menambahkan, berbagai faktor dapat menjadi latar belakang pelanggaran hukum. Hal ini mulai dari tekanan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, kekerasan di lingkungan, hingga persoalan psikologis.
Seluruh aspek tersebut, menurutnya, harus menjadi perhatian bersama agar potensi pelaku mengulangi tindak pidana dapat diminimalisir.
Lebih Efektif dan Berkeadilan
Anton menilai, penerapan pidana kerja sosial yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026 menjadi peluang bagi daerah untuk mengembangkan sistem penegakan hukum yang lebih efektif dan berkeadilan.
“Pidana kerja sosial ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi kami untuk memperkuat sinergi dengan Pemerintah Provinsi Lampung,” ujarnya.
“Nantinya, Kejati bersama Pemprov akan menyusun kesepakatan mengenai tata pelaksanaan agar prinsip keadilan dan perlindungan bagi masyarakat dapat terwujud secara menyeluruh,” jelasnya.
Melalui langkah tersebut, Kejati Lampung berharap pelaksanaan hukum ke depan tidak hanya menegakkan aturan. Tetapi juga memberikan dampak positif bagi pelaku, korban, dan masyarakat secara luas.








