Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung akan melanjutkan proses penertiban tahap dua terhadap lahan milik Pemprov di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.
Upaya ini juga untuk menegaskan batas kepemilikan tanah dan memastikan tidak ada tumpang tindih dengan lahan masyarakat.
Kuasa Hukum Pemprov Lampung, Faisal Chudari, menjelaskan proses penertiban sudah mereka mulai sejak dua minggu lalu dengan pengembalian batas lahan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan.
Baca Juga:
Pemprov Lampung Akan Tertibkan Lanjutan Lahan Aset di Sabah Balau yang Masih Diduduki Warga
“Pemprov tidak ingin mengambil hak yang bukan miliknya. Karena itu, pengembalian batas menjadi dasar sebelum tahapan penertiban dilakukan,” kata Faisal, Selasa, 7 Oktober 2025.
Menurutnya, setelah pengukuran ulang selesai, Pemprov melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) telah menerbitkan Surat Peringatan (SP) pertama pada Rabu, 1 Oktober 2025. Kemudian SP kedua terbit pada Senin, 6 Oktober 2025.
Dari hasil pendataan, terdapat 30 objek bangunan yang terdampak penertiban. Sekitar separuh di antaranya hanya terkena sebagian seperti dapur atau bangunan tambahan, sementara sisanya terdampak penuh.
“Contohnya ada rumah yang hanya terkena bagian dapur, ada bangunan kecil, hingga kontrakan yang hanya sebagian. Jadi tidak seluruhnya terkena,” jelasnya.
Luas total lahan milik Pemprov yang memiliki sertifikat tercatat sekitar 6 hektare, sementara area terdampak penertiban sekitar 2 hektare.
Warga Menolak
Faisal menambahkan, hingga kini sekitar 12 hingga 15 warga telah menyatakan kesediaan untuk membongkar bangunannya secara mandiri. Namun, masih ada sekitar 10 warga yang menolak karena merasa keberatan atas proses penertiban.
“Kami sudah sampaikan, kalau memang keberatan silakan ajukan bukti kepemilikan, seperti sertifikat, SKT, atau dokumen lain. Semua akan kami teliti dengan terbuka,” ujarnya.
Ia menegaskan, penertiban belum akan dilakukan dalam waktu dekat karena harus melalui tahapan sesuai prosedur hukum. Hal ini mulai dari pengembalian batas, SP 1 hingga SP 3, sampai pada tahap pemberitahuan pelaksanaan.
“Kalau warga bersedia membongkar bangunan sendiri, penertiban tidak perlu di lakukan, cukup dengan pemagaran oleh Pemprov,” kata Faisal.
Sebagai bentuk transparansi, Pemprov juga telah mendirikan posko layanan pengaduan di lokasi sejak penerbitan SP pertama. Posko tersebut berfungsi untuk menerima pengaduan, keberatan, serta melakukan validasi data masyarakat.
“Posko kita dirikan untuk menampung aspirasi warga. Di sini masyarakat bisa menyampaikan keberatan, validasi data, atau keinginan untuk menyelesaikan secara musyawarah. Semua akan kami teruskan ke Pemprov Lampung,” pungkasnya.