Jakarta (lampost.co)–Komisi Perlindungan Anak Indonesia mendesak Polri mendalami monetisasi konten pornografi anak di situs porno oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
Monetisasi adalah proses mengubah sesuatu yang bernilai, seperti konten digital atau aset, menjadi sumber pendapatan berupa uang.
“Unsur lain, monetisasi, like, share, and subscribe dalam situs porno itu, tentu perlu pendalaman lebih lanjut,” kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah di Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Ai meyakini telah terjadi kemanfaatan seksualitas maupun ekonomi mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Khususnya, soal eksploitasi ekonomi.
“Nah, ini yang harus didalami secara serius, sehingga kalau itu betul-betul menjadi temuan dari apa yang dikembangkan kepolisian, saya kira ini juga bentuk eksploitasi lain,” ujarnya.
Ia mengatakan unsur eksploitasi itu juga bisa masuk dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Apalagi, sudah mememenuhi tiga unsur yakni proses, cara, dan tujuannya.
“Kalau tujuannya adalah mengeksploitasi dari konten pornografi dengan anak, misalnya. Dan untuk mendapatkan keuntungan, ini jelas bentuk dari eksploitasi seksual dan ekonomi yang berbarengan,” tuturnya.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengungkap AKBP Fajar mantan Kapolres Ngada itu membuat dan menyebarkan konten pornografi anak.
“Perbuatan yang bersangkutan membuat konten video pornografi anak menggunakan handphone dan mentransmisikan. Siapapun di dalam forum itu bisa mengaksesnya melalui website pornografi anak di darkweb,” kata Himawan.
Tiga HP
Himawan memeriksa tiga handphone milik tersangka guna mendalami lebih lanjut pelecehan perwira menengah (pamen) Polri itu.
AKBP Fajar telah resmi menjadi tersangka kasus dugaan asusila. Polri menyatakan jumlah korban pelecehan seksual oleh Fajar ini sebanyak empat orang. yaitu anak usia 6 tahun, usia 13 tahun, dan usia 16 tahun. Lalu, satu orang dewasa berinisial SHDR alias F usia 20 tahun.
Penyidik telah memeriksa 16 saksi. Di antaranya, empat korban, empat manajer hotel, dua personel Polda NTT. Kemudian, tiga ahli yang mencakup ahli psikologi, agama, kejiwaan, serta satu dokter, dan ibu salah satu anak korban.
Propam Polri mengagendakan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap AKBP Fajar pada Senin, 17 Maret 2025. Sidang etik ini untuk memberikan sanksi kepada perwira menengah (pamen) Polri itu
Fajar terancam pemecatan sesuai Pasal 13 ayat 1 Peraturanan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Dan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.