Jakarta (Lampost.co) – Putusan sidang sengketa pemilu presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) akan memengaruhi kondisi demokrasi di Indonesia. Direktur Pusat Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menyampaikan hal tersebut saat diskusi daring bertajuk Masa Depan Demokrasi Indonesia di Masa Kepemimpinan Baru.
Menurut dia, jika hakim MK menolak gugatan tim pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, maka akan ada preseden buruk terhadap pejabat politik di Indonesia dalam mempertahankan kekuasaan.
“Saat MK menolak gugatan, ada kekhawatiran praktik serupa oleh politisi berkuasa yang berupaya mempertahankan kekuasannya. Salah satunya dengan mengubah aturan hukum,” kata Wijayanto di Jakarta, Minggu, 21 April 2024.
Sementara jika MK mengabulkan gugatan pemohon dan menyimpulkan adanya penyalahgunaan wewenang pemerintah dalam Pemilu 2024, Wijayanto menilai ada secercah harapan saat demokrasi di Indonesia dalam kondisi suram.
“Ternyata di tengah gelap gulita kegelapan demokrasi masih ada banyak demokrat yang membawa lilin terang. Dan MK adalah salah satu institusi yang kita harapkan untuk itu. Institusi yang bisa mengembalikan demokrasi kita. Ini juga satu pesan ke depan jangan coba-coba menyalahgunakan aturan demokrasi,” ujar Wijayanto.
Baca juga: Eks Ketua MK Imbau Semua Pihak Hormati Putusan Pengadilan soal Pilpres 2024
Jalan Benar
Direktur Eksekutif LP3ES Fahmi Wibawa menambahkan demokrasi yang rusak akibat proses Pemilu 2024 harus kembali ke jalan yang benar. Penggunaan perangkat negara untuk kepentingan kelompok tertentu jangan terulang di masa mendatang. Meski demikian, Fahmi memprediksi tidak akan terjadi putusan ‘radikal’ oleh hakim MK nanti.
“Saya kira tidak akan radikal keputusannya. Gegap gempita menjadi amicus curiae, saya kira tidak akan membuat MK radikal dalam mengambil keputusan,” kata Fahmi.