Bandar Lampung (Lampost.co) — Hari Raya Idulfitri 1445H/2025M menjadi momentum para elit partai politik melakukan rekonsiliasi nasional. Apalagi bagi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang bertarung pada Pemilu 2024 kemarin.
.
Hal tersebut tersampaikan oleh Pengamat politik Populi Center Usep Saepul Ahyar. Apalagi berdasarkan dalil-dalil para pemohon dari tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun dari Ganjar Pranowo-Mahfud MD lemah dan berpotensi ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Maka, tidak ada pilihan lain lagi selain melakukan rekonsiliasi sebagai jalan tepat untuk membangun persatuan ke depan.
.
“Dalil-dalil pemohon kepada MK untuk hari ini saya kira tidak begitu kuat. Dan semua asumsi-asumsi itu, tanpa bukti dengan kuat saya melihatnya begitu,” ujar Usep, Kamis, 11 April 2024.
.
Usep menambahkan rekonsiliasi dapat termulai dengan mengakui kekalahan dan mengakui kemenangan lawan. Meskipun tidak menutup kemungkinan dalam rekonsiliasi itu terdapat tawar menawar jabatan. Apalagi dari elite parpol yang tidak memiliki tradisi menjadi oposisi.
.
“Apalagi yang tidak punya tradisi oposisi ya rekonsiliasi mungkin lebih baik. Kalau posisi tawarnya tinggi atau mahal harganya,” ucapnya.
.
Tetapi bagi Usep, rekonsiliasi bukan berarti menarik semua parpol untuk masuk ke pemerintahan. Harus ada ruang untuk parpol yang ingin berada pada.jalur opisisi sebagai mekanisme mewujudkan pemerintahan yang demokratis.
.
“Kalau menurut saya semua masuk pemerintahan tidak usah lah. Kalau ada satu partai yang berani lapar. Oposisi saya kira akan mendapatkan kehormatan juga oleh mata masyarakat ini,” katanya.
.
Legowo
.
Lanjut Usep mengatakan sudah seharusnya para elite legowo. Karena masyarakat grass root atau akar rumput sudah menerima hasil pilpres dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu lalu.
.
Usep menilai adapun aksi unjuk rasa atau protes oleh sebagian kecil masyarakat merupakan hal yang wajar. Ia melihat gelombang protes itu tidak semasif dan tidak tumbuh secara organik seperti saat Pilpres 2014 maupun 2019.
.
“Gerakan rakyatnya, gerakan masyarakatnya terlihat gelombang dalam konteks masyarakat tidak sesengit pada.2014 dan 2019. Tahun-tahun itu kan jelas gerakan rakyatnya, gerakan masyarakatnya terlihat gelombangnya begitu sengit. Kalau yang sekarang biasa saja,” tuturnya.
.
Selain itu, Usep menduga manuver-manuver politik elite parpol untuk menaikkan harga tawar. Sekaligus melakukan ‘ronda’ politik sebelum presiden dan wakil presiden terpilih terlantik. Serta para menteri secara definitif masuk pemerintahan yang baru.
.
“Dalam konteks rangkaian politik ini untuk ronda politik agar isu yang diajukan ke MK tidak padam. Sama seperti hak angket. Walaupun hak angket dengan proses politik juga menurut saya mungkin agak berat walaupun mungkin akan terpelihara terus,” paparnya.
.
“Sedangkan beberapa partai juga sudah agak berbelok isunya. Kemudian demi menjaga spirit politiknya agar tidak cepat terlupakan kalau saya sih begitu. Karena ini kan masih lama rondanya, harus lama, Oktober kan baru pelantikan presiden, baru terumumkan menteri-menteri kabinet itu,” tukasnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT