Jakarta (Lampost.co) — Peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Lili Romli, mengatakan PDIP dan PKS memiliki DNA yang kuat sebagai partai ideologis dan mandiri. Itu membuat mereka tidak menemui persoalan ketika berada di ruang oposisi.
“PDIP selama 10 tahun pernah menjadi oposisi. Begitu juga dengan PKS yang menjadi oposisi di pemerintahan Jokowi saat ini,” ujar Lili mengutip Mediaindonesia, Selasa, 30 April 2024.
Dengan melihat jejak rekam dan ideologi yang kuat itu, mestinya kedua parpol tersebut bisa menentukan sikap sebagai pihak yang berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran. Itu perlu mereka lakukan untuk memastikan berjalannya mekanisme checks and balances bagi pemerintah mendatang.
Lili mengatakan publik mearuh harapan besar akan terciptanya keseimbangan demokrasi. jangan sampai semua partai politik masuk ke koalisi pemerintahan. “Semoga saja mereka tetap konsisten dan kuat, tidak tergoda masuk pemerintahan,” tandasnya.
Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin berharap PDI Perjuangan dan PKS bisa kompak mengambil jalan oposisi pada masa pemerintahan 2024-2029. Dua partai tersebut harus berseberangan dengan pemerintahan demi menjaga iklim demokrasi tetap sehat.
“Ke depan, kalau demokrasi mau baik, PDIP dan PKS harus sebagai kekuatan oposisi. Jangan semua masuk koalisi Prabowo-Gibran,” tutur Ujang.
Tidak Ada Masalah
Sementara itu Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan bahwa partainya tidak ambil pusing soal menjadi oposisi atau koalisi pada pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, PKS memiliki pengalaman yang lengkap karena pernah berperan sebagai oposisi dan juga pernah menjalankan tugas sebagai koalisi. Oleh karena, baginya tidak akan ada masalah di manapun PKS berada.
“PKS punya pengalaman 10 tahun masuk koalisi di masa Pak Susilo Bambang Yudhoyono dan 10 tahun menjadi oposisi di masa Pak Jokowi. Jadi oposisi tidak ada masalah, jadi koalisi juga siap. Kita lihat saja dinamikanya,” kata Jazuli.
Anggota Komisi I DPR RI itu mengungkapkan pilihan untuk menjadi koalisi atau oposisi setelah pilpres hanyalah persoalan teknis. Dia pun menyatakan pihaknya tidak pernah membatasi diri setelah Pilpres 2024 dihelat.
“Kita tidak pernah membatasi diri bekerja sama dengan siapapun karena tidak mungkin membangun bangsa dan negara tanpa kerja sama. Kompetisi itu saat pilpres, kita tawarkan gagasan, kita adu gagasan. Tapi setelah pemilu maka kompetisi selesai, dan kita kembali satu tujuan yaitu membangun bangsa,” kata dia.
Dia menuturkan bahwa sikap resmi PKS untuk menjadi koalisi atau oposisi akan ditentukan dalam musyawarah Majelis Syura dan Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP). “Yang pasti, keputusan soal koalisi atau oposisi di PKS bukan selera personal, tapi keputusan musyawarah Majelis Syura dan DPTP.Itu sifatnya dinamis sesuai derajat kemaslahatan dan kepentingan untuk rakyat,” ucap Jazuli.
Meski demikian, dia masih enggan membeberkan terkait waktu pelaksanaan musyawarah Majelis Syura dan DPTP. Ia meminta publik sabar menunggu pengumuman sikap resmi PKS. “Tunggu saja. Toh pelantikan presiden dan wakil presiden masih Oktober. Pada saatnya PKS akan mengumumkan posisinya,” kata dia.