KECELAKAAN lalu lintas di perlintasan liar sebidang kereta api disebabkan oleh rendahnya kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas di perlintasan sebidang kereta api. Beberapa peristiwa peningkatan jumlah kasus kecelakaan di perlintasan kereta api menunjukkan bahwa hal ini tidak dapat dipandang enteng. Harus ada perencanaan yang jelas saat sekarang dan di masa-masa mendatang.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam siaran persnya telah menutup 74 perlintasan sebidang pada periode Januari hingga Maret 2025. Dari total tersebut, 24 merupakan perlintasan resmi yang telah terdaftar (register), dan 50 lainnya merupakan perlintasan liar yang tidak memiliki izin. Data internal KAI mencatat saat ini terdapat 3.693 titik perlintasan sebidang di seluruh Indonesia, dengan komposisi 1.883 titik (50,98%) dijaga dan 1.810 titik (49,01%) tidak dijaga.
Di Lampung, dua kecelakaan lalu lintas melibatkan kereta api dalam sehari di Bandar Lampung, Jumat(11/4).
Peristiwa pertama terjadi di km 9 +2/3 Sukamenenti, Tanjung Gading, Tanjungkarang Timur pukul 03.50 WIB. Korban pria tertemper KA 4039 saat hendak menyeberang dengan berjalan kaki. Akibat kejadian itu, korban mengalami luka berat tangan kanan putus dan luka memar bagian punggung. Kemudian, kembali terjadi kecelakaan melibatkan minibus jenis Daihatsu Terios hitam dengan KA Babaranjang. Lokasinya di perlintasan no. 14 KM 19 +4/5 di Jalan H Komarudin, Rajabasa Raya, Rajabasa sekitar pukul 14.00 WIB.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre IV Tanjungkarang mencatat selama 2024 sebanyak 28 kasus kecelakaan antara kereta api dengan pengendara kendaraan bermotor di perlintasan sebidang wilayah kerja Divre IV Tanjungkarang. Adapun lima korban meninggal dunia, 18 orang luka berat, dan dua orang luka ringan. Dalam rentang waktu tersebut, terjadi 17 kasus kecelakaan pengguna jalan di sepanjang jalur kereta api yang menyebabkan empat orang mengalami luka berat dan 13 korban meninggal dunia.
Pada 2025, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre IV Tanjungkarang mencatat sembilan kasus kecelakaan hingga April 2025, yang terjadi di perlintasan sebidang.
KAI Tanjungkarang juga mencatat empat kasus kecelakaan di jalur kereta api yang menyebabkan satu korban luka berat dan tiga lainnya meninggal dunia.
Sejumlah peristiwa peningkatan jumlah kasus kecelakaan di perlintasan kereta api menunjukkan bahwa hal ini tidak dapat dipandang enteng. Harus ada perencanaan yang jelas saat sekarang dan di masa-masa mendatang. Maka, ketaatan pengguna jalan terhadap aturan lalu lintas harus terus ditegakkan dan disiplin masyarakat harus ditingkatkan. Kemudian juga mengurangi atau menutup perlintasan sebidang yang menjadi sumber kemacetan dan kecelakaan.
Berdasarkan UU 23/2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 menyatakan pengguna jalan raya wajib mendahulukan perjalanan kereta api. Yakni pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, perjalanan kereta api wajib didahulukan.
Dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi.
Maka, Kementerian Perhubungan bersama PT KAI dan Pemda dapat duduk bersama memikirkan perlintasan sebidang kereta api di daerahnya. Khususnya di jalur padat lalu lintas untuk membuat flyover atau underpass, sehingga tidak ada perpotongan jalur KA dengan jalan raya. Termasuk menutup perlintasan liar yang cukup banyak. Penutupan perlintasan liar secara permanen guna keselamatan perjalanan kereta api dan pengguna jalan.
Keselamatan di perlintasan sebidang dapat tercipta jika seluruh unsur masyarakat pengguna jalan dan pemerintah dapat bersama-sama peduli. Harus ada sinergi mengatasi perlintasan liar. Kepedulian seluruh stakeholder mampu menciptakan keselamatan di perlintasan sebidang ini.