Tel Aviv (Lampost.co)—Militer Israel bekerja sama erat dengan Pentagon untuk mempersiapkan “serangkaian skenario”. Termasuk kemungkinan serangan dari Iran atau kelompok proksi utamanya, Hizbullah. Demikian menurut seorang pejabat pertahanan Israel yang berbicara kepada ABC News.
Iran dan Hizbullah telah berjanji membalas dendam atas dua pembunuhan pekan lalu di Beirut dan Teheran. Pembunuhan yang menewaskan Fuad Shukr, komandan senior Hizbullah, dan Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas. Meski Israel tidak mengeklaim bertanggung jawab atas kematian Haniyeh, pihaknya mengakui serangan di Beirut yang menewaskan Shukr.
Pejabat pertahanan Israel, yang minta namanya tetap anonim, mengatakan ada satu batasan (red line) yang sangat penting bagi Israel. Batasan ini adalah jika terjadi serangan yang melukai atau menargetkan warga sipil Israel.
“Kami tidak tertarik dengan perang atau eskalasi. Tapi kami tidak akan menoleransi serangan terhadap warga kami,” ucap pihak Israel, kutip ABC News.
Imbas pembunuhan itu, Pentagon memindahkan dua kapal perusak angkatan laut tambahan dan skuadron jet tempur F-22 Raptor ke Mediterania Timur. Upaya itu untuk memperkuat pertahanan di dalam dan sekitar Israel. Selain itu, skuadron jet tempur F-18 dari kapal induk USS Theodore Roosevelt juga sedang menuju pangkalan udara rahasia di Timur Tengah.
Disokong AS
Pejabat pertahanan Israel menggambarkan pengerahan kembali aset militer Amerika untuk membela Israel yang “belum pernah terjadi sebelumnya” untuk menyoroti peningkatan ketegangan di wilayah tersebut. Pemerintahan Biden telah berupaya menggalang sekutu regional untuk mendukung Israel. Akan tetapi, mereka menghadapi tantangan karena tindakan provokatif Perdana Menteri Israel Netanyahu, seperti pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Iran.
Iran telah bersumpah akan membalas keras atas pembunuhan Haniyeh. Para ahli berpendapat serangan Iran di masa depan dapat menjadi lebih signifikan daripada upaya-upaya sebelumnya. Namun, baik Iran maupun Israel mewaspadai peningkatan ketegangan hingga mencapai titik perang skala penuh. Keduanya berupaya menyeimbangkan pembalasan dengan potensi konsekuensi dari konflik yang lebih luas.
Hizbullah, yang berada di bawah tekanan signifikan untuk merespons setelah serangan udara Israel di Beirut yang menewaskan komandan senior Fuad Shukr, akan segera bertindak.
Israel telah membenarkan serangan pada 30 Juli sebagai respons atas serangan roket Hizbullah sebelumnya yang menewaskan 12 anak-anak di Dataran Tinggi Golan. Para ahli percaya meskipun Iran mungkin menunda responsnya terhadap pembunuhan Haniyeh, Hizbullah mungkin akan bertindak lebih cepat karena sifat langsung dari serangan Israel ke Beirut. (Shofiy Nabilah)