Bandar Lampung (Lampost.co)–Polda Lampung segera memeriksa sejumlah saksi terkait dugaan penganiayaan dalam kegiatan Diksar Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Unila. Kegiatan ini dugaaannya mengakibatkan meninggalnya mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Pratama Wijaya Kesuma.
Kasus ini telah resmi terlaporkan ke Polda Lampung pada 3 Juni 2025, dengan nomor laporan LP/B/384/VI/2025/SPKT Polda Lampung. Laporan oleh ibu korban, Wirna Warni (40), warga Rajabasa, Bandar Lampung, dengan sangkaan Pasal 351 dan 170 KUHP tentang penganiayaan.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Lampung, Kombes Pol Pahala Simanjuntak, menyatakan pihaknya serius menindaklanjuti laporan tersebut. Sejumlah bukti telah keluarga serahkan, termasuk dokumentasi luka lebam di tubuh korban.
Baca Juga: Kasus Kematian Mahasiswa Ekonomi Unila Masuk Ranah Polda Lampung
“Kami sudah menerima laporan dari pihak keluarga. Dan bukti awal seperti foto luka lebam di kepala serta bagian tubuh lainnya,” ujar Pahala, Rabu, 4 Juni 2025.
Menurutnya, penyidik akan segera meminta keterangan dari berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Termasuk panitia pelaksana Diksar, peserta lain, tim medis rumah sakit yang menangani korban, dan para dokter.
“Nanti sejumlah pihak akan kami mintai keterangan untuk memperjelas kronologi dan penyebab luka-luka korban,” ujarnya.
Pihak kepolisian juga tidak menutup kemungkinan akan melakukan ekshumasi jenazah jika dibutuhkan untuk keperluan autopsi tambahan. Gunan memastikan penyebab kematian.
Dugaan Kekerasan dan Ancaman
Sebelumnya, Wirna mengungkap bahwa anaknya mengikuti Diksar Mahepel pada 14–17 November 2024. Sepulang dari kegiatan, Pratama mengeluh sakit dan menunjukkan luka memar di sekujur tubuh. Ia juga mengaku mengalami kekerasan oleh sejumlah senior dan alumni. Serta sempat mendapat ancaman pembunuhan bila membuka mulut.
“Anak saya bilang, ‘Mama jangan cerita ke siapa-siapa, nyawa aku terancam, nanti aku dibunuh,’” ungkap Wirna.
Kondisi kesehatan Pratama menurun hingga mengalami kejang otot dan kerusakan saraf, menurut hasil pemeriksaan dokter RSUD Abdul Moeloek. Pratama akhirnya meninggal dunia pada 28 April 2025, setelah sempat menjalani operasi karena adanya gumpalan darah di otak.
Bantah Penganiayaan
Sementara itu, pihak Mahepel Unila melalui kuasa hukum, Candra Bangkit, membantah tudingan penganiayaan. Ia menegaskan bahwa kegiatan Diksar sesuai SOP dan mendapat izin dari kampus. Menurutnya, luka-luka peserta bukan akibat kekerasan, melainkan insiden alamiah selama kegiatan di lapangan.
“Luka lebam bisa saja terjadi karena kegiatan alam seperti merayap atau terkena pohon, bukan karena pukulan,” jelas Candra.
Ia juga menyatakan almarhum masih aktif mengikuti kegiatan Mahepel hingga Desember 2024, dan bahkan sempat hadir dalam acara syukuran anggota baru. Terkait isu konsumsi spirtus, Candra menjelaskan bahwa korban sempat keliru meminum cairan saat memasak, namun langsung muntahkan.
Mahepel mengakui adanya kelalaian dalam penyelenggaraan kegiatan, seperti tidak adanya tim medis yang seharusnya menjadi standar SOP.
Polisi Minta Semua Pihak Kooperatif
Kombes Pahala mengimbau semua pihak untuk kooperatif dan menyerahkan proses penyelidikan kepada kepolisian. Ia juga meminta publik menahan diri untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.
“Kami bekerja berdasarkan bukti dan fakta di lapangan. Jika ada unsur pidana, pasti akan kami tindak sesuai hukum,” tegasnya.
Pihak keluarga berharap kasus ini terusut tuntas dan para pelaku mendapat hukuman setimpal.