Gunungsugih (Lampost.co)—Petani Kampung Qurniamataram, Kecamatan Seputihmataram, Kabupaten Lampung Tengah, gagal panen. Penyebabnya, tanaman padi kekurangan air pada musim tanam rendeng periode ini.
Saat tanaman padinya kekurangan air, petani setempat merasa pemerintah tidak melakukan upaya apa pun saat itu. Bahkan, penyuluh pertanian lapangan setempat tidak ada yang menunjukkan batang hidungnya saat petani kebingungan dan kekurangan air.
“Nangis petani, gagal panen. Punya saya, dari setengah hektare cuma dapat 16 karung, biasanya panen kami sampai 40 karung. Warna Padinya juga kehitam-hitaman. Tidak cuma saya, masih ada petani lain yang lebih parah dari ini,” kata Iwan, salah satu petani padi di Kampung Qurniamataram, Minggu (21/4/2024).
Ia menerangkan penyebab gagal panen itu selain kekurangan air, juga akibat cuaca ekstrem setelah para petani menanam padi. Pihaknya juga tidak mempersoalkan kurangnya ketersediaan pupuk subsidi.
“Soal pupuk kami bisa pakai pupuk nonsubsidi kok, yang jadi masalah kan ketersediaan air. Aliran kami ini dari KTM II Kampung Onoharjo sama sekali tidak ada air yang mengalir ke lahan kami,” ujar Iwan.
“Air cuma sampai Kampung Fajarmataram, boro-boro airnya diurus petugas biar sampai ke lahan kami, salurannya saja tidak terurus,” ujarnya.
Minim PPL
Petani menilai penyuluh pertanian lapangan (PPL) tidak pernah turun ke lapangan. Mereka tidak pernah mengecek secara detail kendala petani. Kemudian mereka juga tidak pernah memberi masukan terkait hal-hal yang menjadi kebutuhan petani.
“Mana pernah PPL turun ke lahan kami. Padi yang kami tanam mau jebul kemarin itu, terus cuaca panas tidak ada air, ke mana mereka, hampir setengah bulan kondisi itu,” ujarnya lagi.
“Boro-boro ngasih imbauan, saluran air yang menuju sawah kami saja tidak terurus,” ujarnya.
Ketidakhadiran PPL di tengah petani yang gagal panen itu terbukti dengan kegiatan tanam para petani setempat yang tidak serentak. Lalu, kondisi saluran irigasi yang tidak terurus serta petani yang masih kekurangan air.
“Kalau mereka (PPL) itu turun ke lapangan, pasti kami tanam padi bersamaan,” ujarnya.
Sementara itu, Masur, petani lain dari Kampung Qurniamataram, juga menerangkan penyuluh pertanian lapangan tidak pernah menampakkan batang hidungnya di lahan pertanian mereka. Akibatnya, petani selalu kekurangan air dan tidak ada solusi.
Petani tidak memiliki tempat mengadu terkait persoalan yang mereka hadapi.
“Sudah bertahun-tahun PPL tidak ada. Air itu, kalau tidak ada muntahan dari Merapi, tidak akan pernah sampai ke lahan kami,” ujarnya.
Gagal panen petani setempat berdampak pada buruh giling padi keliling. Pasalnya, pemasukannya turun drastis ketimbang musim sebelumnya.
“Sepi, sehari dapet satu saja sudah bersyukur. Selain sudah banyak giling, petani juga lagi banyak yang gagal panen juga,” kata Baron, buruh giling keliling.