Jakarta (Lampost.co)— PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Gugatan tersebut yang mengajukan PT Indo Bharta Rayon, Abraham Devrian, dan rekan, dan tertuju kepada beberapa termohon. Termasuk PT Sritex dan afiliasinya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Dalam putusan tersebut, Pengadilan Negeri menyatakan bahwa perusahaan tekstil ini pailit karena gagal memenuhi kewajiban pembayaran . Yakni sesuai dengan perjanjian homologasi yang telah mereka sepakati pada 25 Januari 2022. Sritex saat ini sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, berharap dapat membatalkan putusan ini.
Baca juga: Pengamat: Kepailitan Sritex Bukan hanya Masalah Internal Perusahaan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa Sritex masih memiliki total utang sebesar Rp 14,6 triliun kepada 27 bank dan 3 perusahaan pembiayaan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa jumlah utang kepada bank mencapai Rp 14,42 triliun. Sementara sisanya, Rp 0,22 triliun, adalah utang kepada perusahaan pembiayaan.
“Bank dan lembaga pembiayaan telah menyiapkan cadangan kerugian masing-masing sebesar 83,34% dan 63,95%. Untuk mengantisipasi potensi kerugian terkait pinjaman Sritex,” kata Dian.
Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memerintahkan empat kementerian untuk mencari solusi penyelamatan pekerja Sritex.
Ke empat kementerian tersebut adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Ketenagakerjaan, yang meminta mengkaji berbagai opsi untuk mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
Perlindungan Kerja
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyoroti pentingnya perlindungan terhadap tenaga kerja Sritex. Ia mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa sekitar 50.000 karyawan Sritex. Termasuk 14.112 yang terdampak langsung oleh keputusan pailit ini, tidak mengalami PHK.
“Jika PHK massal tidak dapat dihindari, kami meminta jaminan bagi karyawan, termasuk gaji. Pesangon, serta akses ke pasar kerja dan pelatihan yang sesuai dengan program BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini harapannya dapat meringankan beban finansial mereka dan memberi peluang untuk mendapatkan pekerjaan baru,”ucapnya