
KATA siapa mudik dilarang? Buktinya, polisi masih tetap membuka pintu bagi warga yang ingin pulang ke kampung halaman, sebelum tanggal 6 Mei 2021. Tradisi mudik Lebaran yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda ini tidak bisa menghilang walaupun dihadang pandemi Covid-19.
Mudik bukan sebatas pulang ke kampung halaman karena rindu dengan sanak keluarga. Melainkan bernilai religius yang sangat tinggi untuk saling bermaaf-maafan. Mudik sebagai ritual sakral bagi perantau untuk kembali ke tanah kelahirannya. Bercerita suka dan duka selama merantau.
Itu mengapa silaturahmi tahunan ini–tak bisa hilang dari bumi Nusantara. Dari data Kementerian Perhubungan, selama lima tahun terakhir jumlah pemudik mencapai angka puluhan juta orang. Pada tahun 2013 saja, ada 22,1 juta pemudik, 2014 (23 juta orang), dan 2015 (23,4 juta orang).
Setelah 2016, jumlah pemudik mengalami penurunan yakni 1,16 juta. Pada tahun 2017 dan 2018 mencapai 19,5 juta orang. Pada 2019 kembali turun menjadi 18,3 juta orang. Melihat angka pemudik mencapai puluhan juta orang itu, ada sesuatu yang mengkhawatirkan saat mudik berlangsung.
Mudik Lebaran menjadi media penyebaran virus corona. Makanya larangan mudik diberlakukan pada 6—17 Mei. Pelarangan mudik ini untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. “Mudik awal, sebelum tanggal 6, silakan saja. Kita perlancar,” kata Kakorlantas Polri Irjen Istiono, Kamis (15/4).
Karena mudik menimbulkan kerumunan–meningkatkan angka pasien yang terpapar Covid-19, makanya dilarang. Bagian wilayah yang derasnya orang mudik disekat. Polri mendirikan 333 titik penyekatan dari Lampung hingga Bali. Jumlah titik penyekatan jauh lebih banyak dari tahun lalu.
Negeri yang warganya senang berwisata dan pulang kampung ini menjadi titik perhatian. Pertambahan kasus Covid-19 naik signifikan setelah libur Lebaran, Hari Kemerdekaan, Tahun Baru Islam, serta Natal dan Tahun Baru 2021, juga Imlek. Pada hari libur itu terjadi pergerakan atau perpindahan orang dalam jumlah yang besar untuk mudik dan piknik.
Patut diingatkan, pekan ini total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1,5 juta orang. Angka itu terhitung sejak kasus pertama diumumkan Presiden Jokowi pada 2 Maret 2020. Selain itu, positivity rate di Indonesia sebesar 11,49%. Padahal Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan untuk dapat dikatakan terkendali, positivity rate-nya harus di bawah 5%.
Melihat data itu, amatlah wajar jika negara melarang mudik bagi warganya. Tepat dan harus tegas. Jangan ada perusahaan milik pemerintah memfasilitasi pemudik. Begitu pun menindak aparatur sipil negara (ASN) dan anggota TNI/Polri yang ikut-ikutan mudik. Tidak elok memang!
Jika masih ada warga yang nekat mudik, negara akan hadir melakukan tindakan persuasif—humanis. Sebab, kesehatan berada di atas segala-galanya. Sanksi bagi warga yang nekat mudik disuruh putar balik. Mudik dilarang memang tidak mengenakan. Tetapi ibadah bulan Ramadan saat ini, seperti salat tarawih diberikan keleluasaan.
Tahun lalu, kebanyakan pintu masjid dan musala ditutup rapat-rapat untuk salat tarawih dan salat berjemaah lainnya. Virus corona ampuh membuat panik! Semuanya dikerjakan dari rumah. Tahun ini tarawih kembali digelar dengan mematuhi protokol kesehatan–membatasi jumlah jemaah separuh dari kapasitas tempat ibadah, menjaga jarak, serta memakai masker.
***
Protokol kesehatan mutlak dilakukan karena penularan virus corona masih melaju. Makanya, jangan kendur dengan protokol kesehatan kendati sudah divaksin. Negeri ini menerapkan sejumlah kebijakan untuk menekan angka penularan Covid-19. Diantaranya, pelarangan mudik, penambahan jumlah daerah pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro.
Perilaku warga ingin mudik masih tetap tinggi. Faktor vaksin dan syarat rapid test antigen menjadi pemicu bakal membludaknya pemudik 2021. Karena sudah divaksin, merasa lebih aman mudik dan piknik. Vaksinasi ini memprovokasi orang pulang kampung dalam jumlah yang besar. Belum lagi pemudik melalui jalur darat yang tidak seketat naik pesawat terbang.
Maka itu Kepala BNPB Donny Monardo mengingatkan kasus penyebaran Covid-19 biasanya meningkat setiap seusai liburan panjang. “Pengalaman kita selama setahun ini, setiap habis liburan panjang pasti diikuti kasus harian yang meningkat, kasus aktif tinggi, ketersediaan rumah sakit makin tinggi, angka kematian meningkat, termasuk kalangan dokter dan tenaga medis. Ini yang menyebabkan larangan mudik disampaikan lebih awal.”
Kata Doni, jika tidak ada larangan mudik, ada 33% warga akan melakukan mudik. Namun, jika ada larangan, ada potensi kebocoran mencapai 11%. Untuk menekan angka penyebaran virus ini, Pemerintah Pusat tidak akan bekerja sendiri. Pemerintah daerah dilibatkan–melakukan pengawasan bagi pemudik yang nekat juga mengisolasi diri jika terpapar Covid-19.
Mudik yang menyebabkan kerumunan mendapat sorotan epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman. Aktivitas dan mobilitas warga dengan interaksi yang tinggi sangat berisiko dalam situasi pandemi saat ini. Dicky tidak membuat modeling memprediksi kenaikan kasus ini. Akan tetapi, kata dia, secara umum setiap musim liburan banyaknya terjadi pergerakan warga akan memicu kenaikan kasus antara 10% dan 20%.
Mudik Lebaran yang diberikan kelonggaran sebelum tanggal 6 Mei nanti, memberikan arti tersendiri. Daerah tujuan mudik–siap-siap menyambut kedatangan perantau. Pemerintah daerah harus membangun posko untuk optimalisasi penegakan protokol kesehatan saat liburan. Sekali lagi, setiap liburan panjang pasti terjadi lonjakan angka kasus Covid-19.
Suara ibu dan ayah mengajak mudik Lebaran tidak ada lagi. Sebab, ia pasti tahu ada larangan mudik. Padahal ibu menanti setumpuk harapan kasih sayang dan cinta kasih yang diberikan selama ini. Mudik adalah momen untuk berbakti pada orang tua setelah setahun sibuk oleh urusan dunia.
Ibu, anakmu tidak ngotot untuk mudik Lebaran karena pergerakan orang yang masif berkorelasi dengan ledakan penularan Covid-19. Di Indonesia, juga di Lampung, penyebaran terus melandai beberapa pekan. Mencegah penularan, membutuhkan semangat pengorbanan dengan mengurungkan syahwat nafsu pulang ke kampung demi keselamatan bersama.
Begitu pun pengusaha angkutan darat, laut, dan udara, kuliner, serta pelaku wisata, haruslah legawa menerima keputusan pelarangan mudik bagi para perantau demi kemaslahatan anak-anak bangsa.
Ingat! Walaupun Lebaran Idulfitri tidak urung, warga harus waspada karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Selain keganasan corona, mudik juga mesin pembunuh nyawa manusia yang ampuh di jalan raya. ***