Jakarta (Lampost.co): Anggota Komisi III DPR Johan Budi menyambut baik desakan dari pegiat antikorupsi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang perampasan aset. Ia mengingatkan, saat ini, upaya untuk memuluskan beleid itu ada di tangan Presiden Joko Widodo.
“Tapi bola di tangan Pak Presiden, karena yang membuat Perppu pemerintah, presiden,” kata Johan, Rabu, 3 Juli 2024.
Johan mengingatkan Perppu tersebut terbit sesuai dengan tingkat urgensi serta kebutuhan. Jika memang sangat mendesak, itu bisa saja segera terbit, sama seperti ketika penanganan covid-19.
“Kalau menurut pemerintah Perppu ini sangat mendesak ya terbitkan saja Perppu, karena itu sepenuhnya kan kewenangan presiden,” ujar mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Sebelumnya, Presiden Jokowi diminta segera mengeluarkan Peraturan Perppu tentang perampasan aset. Pasalnya, DPR tidak kunjung mengesahkan atau bahas membahas secara serius RUU Perampasan Aset.
Jokowi sejatinya sudah menandatangani surat perintah presiden (Supres) mengenai RUU Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana. Supres bernomor R-22/Pres/05/2023 telah terkirim ke DPR pada 4 Mei 2023 untuk pembahasan.
“Waktu yang tersedia bagi pemerintah dan DPR (periode saat ini) itu sangat singkat, sangat pendek. Sehingga harapannya bisa melalui Perppu saja,” kata peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman.
Zaenur mengatakan opsi lain Jokowi adalah dengan mengonsolidasikan partai politik (parpol) pendukung di DPR. Ini untuk memperlancar pembahasan RUU Perampasan Aset.
“Nah kalau memang Presiden itu merasa bahwa DPR ini iktikadnya tidak kuat maka presiden bisa punya pilihan jalan. Segera mengonsolidasikan partai pendukungnya, untuk melancarkan proses pembahasan di DPR,” ujar Zaenur.
Ia mengaku ragu dengan komitmen pemerintah dan DPR dalam pemberantasan korupsi. Namun, sebuah aturan untuk membuat jera pelaku kejahatan yang merugikan keuangan negara sejatinya sebuah kegentingan.