Bandar Lampung (Lampost.co) — Selain penindakan, mengedepankan upaya pencegahan perlu terlaksanakan. Apalagi untuk menekan adanya tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Bahkan Polda Lampung mencatat 99 orang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang sepanjang tahun 2020–2025.
Akademisi Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) Benny Karya Limantara berpendapat ada beberapa upaya pencegahan bisa terlaksanakan. Seperti pencegahan administratif dan struktural. Seperti adanya pengawasan ketat terhadap agen penempatan tenaga kerja migran.
Kemudian sistem izin dan akreditasi bagi perusahaan penempatan pekerja migran. Kerja sama antar negara (MoU Bilateral) untuk memastikan hak pekerja terjamin pada negara tujuan. “Harus ada Verifikasi dokumen keimigrasian, kontrak kerja, serta pelatihan pra-penempatan,” ujarnya, Kamis, 18 September 2025l
Lalu upaya pencegahan sosial seperti edukasi masyarakat tentang modus TPPO misalnya janji pekerjaan fiktif, pernikahan pesanan, penyaluran ilegal. Kemudian pemberdayaan ekonomi daerah rawan TPPO agar masyarakat tidak mudah tergiur tawaran kerja ilegal.
Selanjutnya upaya pencegahan hukum, dengan menguatkan sosialisasi ancaman pidana. Seperti ancaman sanksi pidana berat bagi perekrut ilegal Pasal 2 UU 21/2007. Kemudian pidana 3–15 tahun penjara dan denda hingga Rp 600 juta.
“Juga harus ada penerapan prinsip due diligence pada perusahaan agar tidak terlibat eksploitasi pekerja”katanya
Berbagai Modus
Dirreskrimum Polda Lampung, Kombes Pol. Indra Hermawan mengatakan, total pelaku yang telah tertetapkan menjadi tersangka berjumlah 57 pelaku. Sementara dari 59 tersangka, total ada 43 kasus dengan berbagai modus. Pekerja migran 16 kasus, pekerja seks komersial 27.
“4 kasus sedang lidik, 15 kasus sudah sidik, 29 kasus sudah P21, satu kasus SP3 dan pelimpahan tahap dua kasus.” ujarnya dalam agenda seminar Kelas Migran Vokasi, Kamis, 18 September 2025.
Kemudian upaya teranyar dari Mabes Polri dalam menekan angka TPPO dengan membentuk Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan TPPO. Ini agar penanganan TPPO khususnya pekerja migran, bisa lebih spesifik.
“Dalam UU TPPO. Polri juga wajib melakukan pencegahan. Mabes Polri sudah ada Direktorat PPA dan TPPO. Mungkin untuk Lampung setahun dua tahun ke depan sudah ada Subdit TPPO,” katanya.
Selanjutnya ia mengatakan, yang menjadi tantangan saat ini bagaimana ancaman TPPO dengan pola rekrutmen memanfaatkan era digital. Rekrutmen terlaksanakan dengan media sosial. Para korban bekerja untuk menipu secara online, scam dan lainnya.
“Biasanya dibawa ke Kamboja,” katanya.
Selain melakukan penindakan, Polda Lampung juga terus melakukan pencegahan, terhadap TPPO. Caranya dengan melakukan edukasi
Kemudian Polda Lampung telah memiliki program yang disebut Rise and Speak. Tujuannya, meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya berbicara. Lalu melaporkan dan mencegah kekerasan terhadap anak, perempuan dan kelompok rentan. Serta perdagangan orang.
Selain itu, mendorong pemahaman tentang pelaporan resmi dan mekanisme penanganan kasus. Kemudian membangun kolaborasi lintas sektor dalam hal edukasi dan pencegahan.
“Kita kuatkan edukasi, salah satunya juga mewarning negara-negara (catatan hitam) seperti Kamboja. Jadi kalau ada rekrutmen ke sana harus waspada,” katanya.
.