Jakarta (Lampost.co): Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP) mendesak KPU untuk segera berbenah secara kelembagaan. Berkaca dari kasus asusila yang melibatkan Ketua KPU Hasyim Asy’ari, KPU perlu membentuk pedoman penanganan kekerasan berbasis gender, utamanya menghadapi Pilkada 2024.
Keterlibatan Bawaslu sebagai pengawas pemilu juga perlu untuk dapat merambah ranah-ranah yang berpotensi memicu kekerasan terhadap perempuan.
Sebagai informasi, Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) sebelumnya menegaskan bahwa Hasyim Asy’ari telah terbukti menggunakan pengaruh, kewenangan, jabatan, dan fasilitas negara. Hal itu untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Hasyim juga terbukti memanfaatkan berbagai situasi dalam kapasitasnya sebagai ketua KPU. Ia melakukan tindakan yang memaksa dan menjanjikan sesuatu dalam melakukan tindakan asusila.
“Kasus ini menjadi pembelajaran ke depan bahwa pelaku kekerasan berbasis gender dalam lingkup pemilu harus ada sanksi terberat. Dalam konteks pelanggaran etika oleh penyelenggara pemilu, sanksi pemberhentian tetap tidak hanya menempatkan pelaku kekerasan terhadap perempuan pada posisi inkapasitas. Namun, turut menjadi sarana agar tercipta standar tindakan perlawanan untuk mencegah keberulangan bagi pihak lain ke depannya,” ujar Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Titi Anggraini, Jumat (5/7).
Kepemimpinan kolektif kolegial penyelenggara pemilu bisa menjadi basis kontrol antar sesama kolega penyelenggara pemilu untuk mencegah rekan sesama anggota melakukan pelanggaran etika ataupun perbuatan menyimpang lainnya.
“Dalam kasus Hasyim Asy’ari, besar kemungkinan ekosistem kerja kolektif kolegial dan kontrol antar anggota tidak berjalan dalam kelembagaan KPU, yang akhirnya membuat pelanggaran etika terbiarkan dan leluasa terjadi,” kata Titi.
Percepat PAW
KMPKP juga meminta presiden untuk mempercepat proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Hasyim Asy’ari. Selanjutnya konsisten melantik calon urutan berikutnya sebagai anggota KPU pengganti antar waktu.
Hal ini penting untuk segera karena beban kerja KPU pascapemilu 2024 dan menyongsong Pilkada 2024 masih banyak. Selain itu, agar kasus ini tidak mengganggu kualitas penyelenggaraan pilkada. Kemudian, menjadi pembelajaran penting bagi seluruh jajaran penyelenggara pemilu di Indonesia.
“KPU harus secepatnya menentukan ketua definitif setelah presiden melantik anggota KPU PAW Hasyim Asy’ari. Kepemimpinan definitif perlu untuk bisa optimal melakukan konsolidasi dan pembenahan internal kelembagaan KPU, khususnya dalam rangka memastikan terwujudnya penyelenggaraan pemilu dan kelembagaan penyelenggara pemilu yang inklusif, aman, dan bebas dari kekerasan terhadap perempuan,” jelas Titi.
“Publik dan media massa mesti bijaksana serta tetap menghormati, dan melindungi hak-hak serta privasi korban. Hal itu agar tidak terjebak pada objektifikasi dan eksploitasi terhadap korban. Hal yang bisa menimbulkan trauma dan eskalasi kekerasan dalam bentuk lainnya terhadap perempuan korban,” pungkasnya.