Bandar Lampung (Lampost.co) — Dua oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tertangkap Polda Lampung sering kali melakukan pemerasan. Tidak hanya kepada Direktur RSUD Abdul Moeloek (RSUDAM), Imam Ghazali, ternyata Wahyudi dan Fajri sudah sering melakukan pemerasan di instansi lain.
Hal itu tersampaikan Dirreskrimum Polda Lampung Kombes Pol Indra Hermawan. Ia menceritakan dari hasil pemeriksaan terhadap data komunikasi milik tersangka. Polda mendapatkan data korban bukan hanya satu orang atau kejadian ini bukan hanya sekali ini saja, nantinya korban korban lainnya juga akan kami panggil.
“Kami menemukan adanya calon korban lainnya yang modusnya sama,” ujarnya, Selasa, 23 September 2025.
Karena itu, jika ada korban korban yang masih belum lapor atau belum dipanggil. Polda Lampung mempersilahkan jangan takut untuk datang dan melaporkan kepada Polda Lampung.
Lalu Indra Hermawan juga memaparkan modus yang terlaksanakan oleh dua tersangka dalam memeras para korbannya. Pertama, ia berkenalan dengan calon via aplikasi chatting. Jika tidak terespon dengan baik. Maka tersangka meminta bantuan untuk kegiatan melalui proposal maupun aktivitas pribadi dengan cara bertemu atau melalui rekening.
” Apabila tidak tidak direspon dengan baik dengan calon korban. Maka mulai membuat tulisan atau chat yang mulai menyerang atau bahkan ada juga yang mengancam. Harapannya adalah korban mulai takut dan ada negosiasi,” katanya.
Berita Online
Kemudian setelah pelaku mulai membuat tulisan pada portal online miliknya yang berisikan kabar negatif pada instansi calon korban. Lalu tersangka mengirimkan link-link tersebut melalui whatsapp calon korbannya, harapannya adalah korban takut kemudian bernegosiasi.
“Lalu mengirimkan pemberitahuan akan melakukan penyampaian pendapat dimuka umum pada instansi atau menyangkut dengan instansi. Kegiatan itu harapannya adalah ada negosiasi,” katanya.
Menurutnya tujuan dari upaya tersangka untuk mendapatkan keuntungan dari calon korban dengan harapan calon korban mau bernegosiasi dengan pelaku. Sehingga dengan terpaksa korban memberikan barang atau uang melalui rekening yang dikirim ataupun bertemu langsung.
Kronologi
Selanjutnya Indra menyebut, pada Juli 2025 Wahyudi menghubungi korban dan memperkenalkan diri. Lalu mengirimkan berita yang dibuatnya, yang tidak sesuai fakta. Tujuannya untuk menimbulkan rasa takut kepada korban dan harapannya agar ada negosiasi antara tersangka dan korban. Namun korban tidak menanggapi berita berita tersebut dan tidak merespon pesan whatsapp dari tersangka.
Kemudian, pada 7 Juli 2025, Wahyudi mengirimkan pesan whatsapp kepada korban dengan kata-kata “maaf pak dirut jika dengan salam santun saya tidak berkenan. Saya juga mohon maaf dan saya hanya ingin sampaikan bahwa saya ini manusia. Seharusnya bapak bisa memanusiakan saya. Terimakasih”. Kemudian ada kata-kata “Mungkin saya akan masuk dengan cara binatang”. Setelah itu korban memblokir nomor tersangka Wahyudi.
Lalu pada Kamis, 18 September 2025 korban mendapatkan informasi dari saksi A. Bahwa LSM Gepak yang diketuai Wahyudi, dan Fagas dari tersangka Fajri akan melaksanakan demo. Tujuannya mendesak Gubernur Lampung mengevaluasi kinerja Direktur RSUD Abdoel Moeloek dan reformasi secara menyeluruh pejabat struktural yang teranggap gagal dalam mengoptimalkan Pelayanan RSUD Abdoel Moeloek.
Kemudian pada Sabtu, 20 September 2025 korban memerintahkan saksi S untuk bertemu dengan tersangka untuk berdialog dan berkomunikasi. Apabila menginginkan agar demonstrasi tidak jadi terlaksanakan dan pemberitaan terkait RSUD Abdoel Moeloek tidak berlanjut. Kemudian memberikan paket proyek penunjukan langsung sebanyak 2 paket masing-masing senilai Rp200 juta atau fee 20%.
“Karen saksi S menyatakan ketidaksanggupan untuk memenuhi keinginan para tersangka. Kemudian tersangka W dan F kembali meminta agar disediakan dalam bentuk uang tunai senilai 20% dari masing masing paket atau sebesar 80 juta,” katanya.
Rp 20 Juta
Selanjutnya, Minggu, 21 September 2025, saksi S dan para tersangka kembali bertemu di sebuah Café sekitar Enggal Bandar Lampung. Saksi S dan rekannya hanya mampu menyerahkan uang sebesar 20 juta. Lalu Fadjri menelpon saksi S, kalau uang tersebut masih kurang.
“Masih kurang sebesar 20 juta lagi karena menurut tersangka F uang sebesar 20 Juta hanya cukup untuk 1 orang. Dan tersangka F kembali mengancam bahwa tersangka W nanti akan mengamuk,” katanya.
Karena itu, Polda Lampung mendapatkankan laporan dan mengamankan tersangka pada Senin, 21 September 2025. “Dalam penggeledahan kendaraan pelaku minibus berwarna hitam dengan plat BE 813 A. Ternyata tidak sesuai dengan dokumen kendaraan pada STNK yang sebenarnya yaitu A 1568 AQ. Kemudian kita temukan juga 2 dua pucuk senjata tajam berjenis pisau dan celurit,” katanya.
Oleh sebab itu para pelaku terancam dengan pasal 368 KUHP dengan ancaman maksimal 9 tahun. Kemudian pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman maksimal 20 tahun
Kuasa Hukum
Sementara itu kuasa hukum pelapor, M. Fahmi Nirwansyah mengatakan, Direktur RSUDAM, Imam Ghazali pelapor dalam perkara ini. Permasalahan ini bermula dari adanya permintaan proyek oleh oknum ormas/LSM kepada pihak RSUDAM. Sementara dana yang diberikan merupakan uang pribadi, karena adanya tekanan dan perbuatan pengancaman yang dilakukan oleh oknum LSM tersebut.
Ia mengatakan, LSM ini akan menggelar aksi di kantor partai politik, maka dr. Imam Ghazali berkoordinasi dengan salah satu partai politik.
Ia juga menilai janggal, mengapa LSM tersebut menggelar demo di kantor partai, dan tidak ada kaitannya dengan RSUDAM. Maka hal yang wajar Direktur berkoordinasi terkait hal itu.
“Namun rencana aksi demonstrasi tersebut juga merupakan modus dari para pelaku untuk melancarkan perbuatan pemerasan kepada Direktur RSUDAM,” katanya.
Kemudian ia menyebut uang Rp 20 juta yang terambil pelaku bukan gratifikasi, sehingga tidak dapat terproses dengan konstruksi hukum. “Kasus ini murni masuk ranah tindak pidana pemerasan sebagaimana tertuang dalam pasal 368 dan 369 KUHP,” katanya.