Bandar Lampung (Lampost.co) – Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) mengatakan tidak ingin kemerdekaannya hari ini menjadi akhir cerita. Tetapi harus menjadi awal dan tanggung jawab bersama.
“Saya ingin menyuarakan, mengingatkan, dan bila mungkin membantu agar sistem hukum kita menjadi lebih adil, jernih, dan memihak kepada kebenaran. Alih-alih pada kepentingan sempit tertentu,” tutur Tom Lembong usai resmi bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta, mengutip Media Indonesia, Sabtu, 2 Agustus 2025.
Kemudian ia juga mengatakan abolisi yang diberikan kepadanya tidak hanya membebaskannya secara fisik. Tetapi juga memulihkan nama baik dan kehormatan Tom Lembong sebagai seorang warga negara.
“Saya tahu keputusan ini tidak mudah dan saya menghormatinya. Sebagai sebuah keputusan konstitusional yang lahir dari pertimbangan yang mendalam,” ucapnya.
Kendati demikian, ia menyadari terdapat banyak pertanyaan maupun kegelisahan yang menyertai pemberian abolisi dari Presiden Prabowo Subianto itu.
Namun, Tom Lembong tetap akan menghormati berbagai pandangan tersebut. Karena sejak awal dirinya pun merasa yang ia alami bukan bagian dari proses hukum yang ideal.
Sementara itu, ia mengaku tidak mau dan tidak akan melupakan orang-orang lain yang tidak seberuntungnya. Apalagi, yang tidak mempunyai sorotan maupun perlindungan.
Tom Lembong resmi bebas dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cipinang, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025, usai menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Saat keluar dari Rutan Cipinang pada pukul 22.05 WIB, Tom Lembong mengenakan kemeja berwarna biru tua. Ia bersama sang istri, Franciska Wihardja; para penasihat hukumnya; serta Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022 Anies Baswedan.
Adapun abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana dan menghentikan proses hukum jika telah terjalankan. Hak abolisi presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Kasus Gula
Dalam kasus korupsi importasi gula pada Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016. Tom Lembong tervonis pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.
Tindak pidana korupsi Tom Lembong, antara lain dengan menerbitkan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016. Kepada 10 perusahaan tanpa berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian serta tanpa tersertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Atas perbuatannya, Tom Lembong juga mendapatkan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak terbayar. Maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Dengan demikian, perbuatan Tom Lembong telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana terubah dan tertambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis dari Majelis Hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama 7 tahun. Namun pidana denda yang terjatuhkan tetap sama dengan tuntutan, yaitu Rp750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan.






