Bandar Lampung (Lampost.co) — Balai Bahasa Lampung terus mendorong peningkatan kemampuan berbahasa Indonesia di lingkungan kerja. Upaya tersebut menyasar pegawai pemerintah, tenaga pendidik, dan karyawan swasta.
Poin Penting:
-
Balai Bahasa Lampung menekankan kemampuan berbahasa Indonesia.
-
Kesalahan ejaan umum masih sering terjadi.
-
Tekankan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.
Kepala Balai Bahasa Lampung, Halimi Hadibrata, menegaskan pentingnya pembaruan kompetensi berbahasa. Menurut dia, bahasa Indonesia selalu berkembang mengikuti zaman.
Oleh karena itu, semua pengguna bahasa perlu memperbarui pemahaman kaidah terbaru. Termasuk, pemahaman ejaan, kosakata, dan situasi penggunaan.
Baca juga: FTBI Dorong Pelestarian Bahasa Lampung yang Terancam Punah
Halimi menyampaikan hal tersebut saat kegiatan Peningkatan Kemahiran Berbahasa Indonesia. Acara berlangsung di Hotel Golden Tulip, Bandar Lampung, Rabu, 10 Desember 2025.
Pelatihan menyertakan 51 peserta dari unsur pemerintah, pendidikan, dan swasta. Selain itu, pelatihan bertujuan memperkuat bahasa Indonesia di ruang kerja. “Semua pegawai bisa berbahasa Indonesia. Namun, kemampuan itu harus terus diasah,” kata Halimi.
Ia menilai bahasa tidak bersifat statis. Sebaliknya, bahasa hidup dan berubah seiring perkembangan sosial.
Karena itu, balai mendorong aparatur memahami Ejaan Bahasa Indonesia edisi terkini. Ejaan tersebut telah mengalami sejumlah perubahan sejak 1972.
EBI Akomodasi Variasi Bunyi Daerah
Kini, pemerintah menggunakan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) edisi kelima. Selain itu, edisi ini mengakomodasi variasi bunyi daerah.
Halimi menjelaskan huruf “e” kini memiliki sejumlah fungsi bunyi. Perubahan ini menyesuaikan ragam bahasa Nusantara.
Sebagai contoh, kosakata bahasa Sunda kini dapat diserap lebih fleksibel. Kata seperti geulis dan Citeureup juga mendapat tempat.
Tidak hanya itu, bahasa Indonesia menyerap istilah daerah lainnya. Bahasa daerah Lampung juga memperkaya khazanah nasional.
Ia menyebut kata tapis telah tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Selain itu, istilah ngabuburit juga telah resmi.
Halimi juga mengulas perbedaan makna kata yang kerap salah kaprah. Salah satunya, penggunaan kata “bekas” dan “mantan”.
Menurut dia, “bekas” merujuk benda, sedangkan “mantan” merujuk orang. Kesalahan ini sering muncul di media dan dokumen.
Selain makna, Halimi menyoroti kesalahan ejaan umum yang sering terjadi. Banyak instansi masih menulis “kerjasama” dan “terimakasih”. Padahal, bentuk baku yang benar adalah “kerja sama” dan “terima kasih”.
Selain bahasa tulis, bahasa lisan juga perlu penyesuaian konteks. Bahasa informal tidak tepat digunakan dalam forum resmi. “Kalau rapat atau seminar, jangan gunakan bahasa pasar,” ujarnya.
Balai Bahasa Lampung juga menyoroti papan petunjuk ruang publik. Banyak institusi mengutamakan bahasa asing.
Menurut dia, hal tersebut melanggar aturan kebahasaan nasional. Bahasa Indonesia harus menjadi bahasa utama. “Gunakan bahasa Indonesia, lalu bahasa asing di bawahnya,” kata Halimi.
Pendampingan Balai Bahasa mencakup dokumen resmi dan ruang pelayanan. Penilaian meliputi papan nama, surat dinas, dan petunjuk arah.
Jika tidak ada pembinaan, standar bahasa akan semakin kabur. Akibatnya, kesalahan akan terus berulang. Oleh sebab itu, pelatihan ini menjadi langkah strategis dengan harapan aparatur menjadi teladan berbahasa.








