Den Haag (Lampost.co)—Amnesty International pada Senin (27/5/2024), mendesak Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyelidiki tiga serangan Israel baru-baru ini. Serangan tersebut menewaskan 44 warga sipil Palestina, termasuk 32 anak-anak sebagai kejahatan perang.
Pekan lalu, jaksa Pengadilan Kriminal Internasional, Karim Khan, mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan para pemimpin Hamas. Tuduhannya atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Amnesty mengatakan tiga serangan Israel adalah “bukti lebih lanjut dari pola kejahatan perang yang lebih luas” yang dilakukan oleh militer Israel di Gaza. Ketiga serangan itu, satu di kamp pengungsi al-Maghazi di Gaza Tengah pada 16 April 2024, dan dua di Rafah di Gaza Selatan pada 19 dan 20 April 2024.
“Kasus-kasus yang terdokumentasi di sini menggambarkan pola serangan yang jelas selama tujuh bulan terakhir. Militer Israel telah melanggar hukum internasional, membunuh warga sipil Palestina tanpa mendapat hukuman dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap kehidupan manusia,” kata Erika Guevara-Rosas, direktur senior Amnesty, kutip AFP, Senin (27/5/2024).
Organisasi hak asasi manusia tersebut telah menyelidiki sendiri serangan tersebut. Mewawancarai 17 orang yang selamat dan saksi serta mengunjungi korban luka di rumah sakit.
Pada 16 April 2024, serangan udara Israel ke kamp pengungsi al-Maghazi menewaskan 10 anak berusia empat hingga 15 tahun, dan lima pria, kata kelompok hak asasi manusia. Mereka menambahkan lebih dari selusin warga terluka.
“Amunisi tersebut mendarat di tengah jalan pasar di mana anak-anak sedang bermain di sekitar meja foosball,” kata Amnesty.
Dua anak Jaber Nader Abu Jayab tewas. “Saya menemukan putra saudara perempuan saya, Mohammed (12 tahun). Dia terluka parah dan meninggal dua hari kemudian,” kata pria berusia 34 tahun itu kepada Amnesty.
“Kemudian saya menemukan putri saya, Mila, yang berusia empat tahun. Dia terluka parah dan dibawa ke rumah sakit. Tetapi ketika saya pergi ke rumah sakit sekitar satu jam kemudian, saya menemukan dia telah meninggal tidak lama kemudian,” kata Abu Jayab.
“Kemudian saya melihat putri saya, Lujan, dia sudah meninggal,” katanya tentang anak berusia sembilan tahun itu.
Bagian Tubuh
Di Rafah, dua serangan dalam dua hari menewaskan 29 warga sipil, kata kelompok hak asasi manusia.
Menurut Amnesty, pada 19 April 2024, sebuah bom yang Israel luncurkan menghantam rumah keluarga Abu Radwan di Rafah Barat. Serangan itu menewaskan sembilan anggota keluarga, termasuk enam anak.
Pada 20 April 2024, serangan menghancurkan rumah keluarga Abdelal di Rafah Timur, menewaskan 20 anggota keluarga, termasuk 16 anak-anak, kata kelompok hak asasi manusia.
“Para korban tertidur,” kata Amnesty.
Hussein Abdelal, pemilik rumah, kehilangan ibu, dua istri, dan 10 anaknya, berusia 18 bulan hingga 16 tahun.
“Saya terus mencari di reruntuhan untuk mencari apa pun yang dapat saya temukan dari ibu dan anak-anak saya. Mayat mereka tercabik-cabik,” kata Abdelal kepada Amnesty.
“Saya menemukan potongan-potongan, bagian tubuh anak-anak saya, saya menemukannya tanpa kepala,” ujar Abdelal.
Amnesty mengatakan kerusakan pada rumah Abdelal terjadi akibat serangan udara. Dalam ketiga kasus tersebut, Amnesty tidak menemukan bukti adanya sasaran militer di dalam atau di sekitar lokasi yang menjadi sasaran pasukan Israel.
Perang di Gaza pecah setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel Selatan. Serangan itu mengakibatkan kematian lebih dari 1.170 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Militan juga menyandera 252 orang, 121 di antaranya masih berada di Gaza, termasuk 37 orang yang menurut tentara tewas. Serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 35.984 orang di Gaza, sebagian besar warga sipil, menurut kementerian kesehatan wilayah tersebut.