Gaza (Lampost.co)—Hind Rajab, gadis kecil berusia enam tahun merupakan seorang yang sangat pemberani. Ia tewas akibat tank Israel menembaki mobil keluarganya dari jarak dekat.
Bahkan, sebuah peluru tank langsung mengenai ambulans yang akan membantu keluarga tersebut, lapor penyelidikan.
Tewasnya Hind dan keluarganya di Kota Gaza pada akhir Januari 2024 memicu kecaman internasional. Gadis itu, yang selamat dari penembakan awal, memohon bantuan saat ia kehabisan darah di antara mayat kerabatnya yang meninggal saat berbicara melalui telepon dengan paramedis dan ibunya selama tiga jam.
Dalam sebuah film dokumenter tentang pembunuhan warga sipil dalam perang di Gaza, Fault Lines TV Al Jazeera menyajikan rekonstruksi perinci atas insiden tersebut. Penyusunan rekonstruksi itu bekerja sama dengan kelompok investigasi nirlaba, Arsitektur Forensik dan Earshot.
Penyelidikan menemukan mobil yang Rajab tumpangi mendapat tembakan 335 peluru. Sebagian besar peluru masuk dari sisi kanan kendaraan.
Forensic Architecture mengatakan senjata pada serangan ini “menembakkan pada jarak 750–900 peluru per menit”. Dan jarak ini melebihi senapan serbu jenis AK yang umumnya pejuang Palestina gunakan untuk operasi di Gaza.
“Jarak peluru per menit ini sesuai dengan persenjataan tentara Israel seperti senapan serbu M4 atau senapan mesin FN MAG pada tank Merkava,” kata penyelidikan tersebut.
Penyelidikan mengungkapkan tank Israel kemungkinan hanya berjarak 13 hingga 23 meter dari sasaran ketika tank tersebut menembaki Hind dan kerabatnya di dalam mobil mereka.
Melalui wawancara dengan anggota keluarga, pekerja Pertahanan Sipil Palestina, dan petugas medis, film dokumenter ini memberikan gambaran paling komprehensif mengenai video insiden tersebut hingga saat ini.
Ini juga untuk pertama kalinya merekonstruksi kemungkinan posisi tank Israel ketika menembaki mobil. Serta kemungkinan lintasan peluru tank yang menghantam ambulans dengan serangan langsung ketika datang untuk menyelamatkan Hind.
Tidak Bisa Membantah
Militer Israel menolak menjawab pertanyaan Al Jazeera mengenai perincian insiden tersebut. Namun, bukti baru ini makin membantah klaim sebelumnya militer Israel bahwa pasukannya tidak hadir di wilayah tersebut.
Ambulans yang akan membantu Rajab mendapat serangan setelah mendapat persetujuan dari otoritas Israel, lengkap dengan peta dan rute yang mendapat persetujuan.
Dua paramedis yang akan membantu Hind, Yousef Zeino dan Ahmad al-Madhoun, juga tewas dalam serangan terhadap ambulans.
“Saya tidak akan pernah bertemu pahlawan seperti mereka lagi. Mereka yang tahu bahwa mereka akan mati dan tetap pergi,” kata Omar al-Qam, petugas operator Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS). Dia yang mendapat telepon dari Rajab dan sepupunya saat mereka meminta bantuan, melansir Al Jazeera, Selasa (25/6/2024).
Butuh waktu 12 hari sebelum paramedis Palestina dan keluarga Hind mencapai lokasi serangan di Kota Gaza bagian utara wilayah kantong tersebut. Ibunya, Wissam Hamada, mengatakan suara anak tersebut makin pelan menjelang akhir panggilan telepon.
Hamada mengatakan Hind memberitahunya bahwa dia tidak dapat berbicara karena mulutnya berdarah. Namun, dia tidak ingin mengelapnya agar ibunya tidak kesulitan membersihkannya.
“Aku bilang padanya, ‘Tidak apa-apa, bersihkan mulutmu dan aku akan mencucinya, sayangku.’ Dia menyeka dengan lengan bajunya dan suara itu menghilang. Saat itu tepat jam 7 malam. Suara itu hilang sama sekali,” kata Hamada kepada Fault Lines.
“Perasaan tersulit di dunia adalah mendengar putri saya meminta saya menjemputnya ketika saya tidak dapat menghubunginya. Sayangku, aku bersumpah, aku tidak bisa menghubungimu. Maafkan aku, sayang,” lanjut dia.
Kematian Hind menimbulkan kecaman global, termasuk di Amerika Serikat, yang selama ini mendukung perang Israel di Gaza.
Salah satu dari dua penerbang aktif AS mengatakan pembunuhan Hind menandai titik balik baginya. Sebelumnya dia berusaha meninggalkan dinas militer dan menolak dukungan Washington terhadap perang Israel.
Fault Lines juga mengikuti keluarga-keluarga Palestina lainnya. Mereka menceritakan pengalaman mengerikan dan perjuangan mereka untuk bertahan hidup di tengah perang Israel yang tiada henti.