Jerusalem (Lampost.co)—Menteri Keamanan Nasional Israel yang berhaluan sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, memicu kemarahan karena akan membangun sinagoge Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa di Jerusalem Timur yang mereka duduki jika ia bisa. Pernyataannya memperkuat narasi bahwa situs suci umat Islam dan simbol nasional Palestina tersebut terancam.
Ben-Gvir, yang telah berkali-kali mengabaikan larangan lama Pemerintah Israel terhadap orang Yahudi untuk berdoa di situs tersebut mengatakan kepada Radio Angkatan Darat, jika memungkinkan, ia akan membangun sinagoge di kompleks Al-Aqsa. Orang Yahudi mengenal situs itu sebagai Temple Mount.
Kompleks Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga bagi umat Islam dan simbol identitas Palestina. Orang Yahudi juga menganggap tempat ini sebagai situs Bait Suci Pertama dan Kedua. Bangsa Romawi terakhir kali menghancurkan situs itu pada tahun 70 M.
“Jika saya dapat melakukan apa pun yang saya inginkan, saya akan memasang bendera Israel di situs tersebut,” kata Ben-Gvir dalam wawancara tersebut, melansir Al Jazeera, Selasa (27/8/ 2024).
Ketika seorang jurnalis beberapa kali menanyakan apakah ia akan membangun sinagoge di situs tersebut jika itu terserah padanya, Ben-Gvir akhirnya menjawab: “Ya.”
Berdasarkan status quo yang telah berlaku selama puluhan tahun dan otoritas Israel pertahankan , orang Yahudi dan non-Muslim lainnya dapat mengunjungi kompleks tersebut di Jerusalem Timur yang mereka duduki selama jam-jam tertentu. Akan tetapi, mereka terlarang berdoa di sana atau memperlihatkan simbol-simbol keagamaan.
Ben-Gvir juga mendapat kritik beberapa orang Yahudi Ortodoks, yang menganggap situs tersebut terlalu suci untuk orang Yahudi masuki. Menurut para rabi terkemuka, orang Yahudi terlarang memasuki bagian mana pun dari Al-Aqsa karena kesuciannya.
Sering Dilanggar
Dalam beberapa tahun terakhir, kaum nasionalis garis keras seperti Ben-Gvir makin sering melanggar pembatasan di kompleks tersebut. Terkadang hal itu memicu konfrontasi dengan warga Palestina.
Kampanye membangun “Kuil Ketiga” di Al-Aqsa yang pernah menjadi gerakan pinggiran, kini berkembang di Israel. Banyak warga Palestina melihat adanya kesamaan dengan apa yang terjadi di Hebron, tempat Masjid Ibrahimi, yang juga terkenal sebagai Gua Leluhur, dipisahkan.
Sejak menjabat pada Desember 2022, Ben-Gvir, sebagai menteri keamanan nasional telah mengunjungi situs suci tersebut setidaknya enam kali, yang menuai kecaman keras.
Kompleks Masjid Al-Aqsa dikelola Yordania, tetapi akses ke situs itu sendiri dikontrol pasukan keamanan Israel. Ben-Gvir mengatakan orang Yahudi seharusnya diizinkan berdoa di kompleks itu.
“Orang Arab dapat berdoa di mana pun mereka mau, jadi orang Yahudi seharusnya dapat berdoa di mana pun mereka mau,” ujarnya.
Ia mengeklaim kebijakan saat ini mengizinkan orang Yahudi untuk berdoa di situs itu.
Beberapa politikus Yahudi ultra-Ortodoks sebelumnya telah mengecam upaya Ben-Gvir untuk mendorong orang Yahudi berdoa di Al-Aqsa.
Salah satunya, Menteri Dalam Negeri Moshe Arbel, sebelumnya menyebut komentar Ben-Gvir tentang subjek itu sebagai “penistaan agama”. Arbel menambahkan “larangan orang Yahudi berdoa di Temple Mount adalah posisi semua orang besar Israel selama beberapa generasi”.
Makin Berbahaya
Yordania membalas pernyataan terbaru Ben-Gvir.
“Al-Aqsa dan tempat-tempat suci itu adalah tempat ibadah yang murni bagi umat Islam,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Sufian Qudah, dalam sebuah pernyataan.
“Yordania akan mengambil semua langkah untuk menghentikan serangan terhadap tempat-tempat suci dan kami sedang mempersiapkan berkas hukum untuk mengambil tindakan di pengadilan internasional terhadap serangan terhadap tempat-tempat suci,” kata Qudah.
Beberapa pejabat Israel juga mengecam Ben-Gvir, sementara pernyataan dari kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan “tidak ada perubahan” pada kebijakan saat ini.
“Menentang status quo di Temple Mount adalah tindakan yang berbahaya, tidak perlu, dan tidak bertanggung jawab,” kata Menteri Pertahanan Yoav Gallant di X.
“Tindakan Ben-Gvir membahayakan keamanan nasional Negara Israel,” sambung Gallant.
Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengatakan di X bahwa komentar berulang Ben-Gvir menunjukkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kehilangan kendali atas pemerintahannya.
Juru bicara kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeineh, memperingatkan bahwa “Al-Aqsa dan tempat-tempat suci adalah garis merah yang tidak akan kami biarkan mereka sentuh sama sekali”.
Hamas, yang terlibat perang sengit dengan Israel di Jalur Gaza, mengatakan komentar menteri itu “berbahaya” dan meminta negara-negara Arab dan Islam “untuk bertanggung jawab melindungi tempat-tempat suci”.
Kementerian Luar Negeri Mesir meminta Israel mematuhi kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan dan menghentikan pernyataan provokatif yang bertujuan meningkatkan ketegangan.
“Pernyataan-pernyataan ini menghalangi upaya mencapai gencatan senjata dan gencatan senjata di Jalur Gaza. Dan menimbulkan ancaman serius bagi masa depan penyelesaian akhir masalah Palestina, dengan dasar solusi dua negara dan pembentukan negara Palestina merdeka di sepanjang perbatasan 4 Juni 1967, dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” kata pernyataan itu.
Komentar itu muncul kurang dari dua pekan setelah Ben-Gvir memicu kemarahan, termasuk dari para rabi Israel yang berpengaruh, dengan mengunjungi kompleks itu bersama ratusan pendukung. Banyak di antaranya tampak berdoa secara terbuka yang menentang aturan status quo.