Bandar Lampung (lampost.co)–Risiko tertular Tuberkulosis (TBC) tidak hanya dipengaruhi oleh paparan bakteri, tetapi juga oleh gaya hidup dan kondisi lingkungan sekitar. Kebiasaan seperti merokok, pola makan tidak sehat, dan tinggal di lingkungan padat penduduk dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena TBC. Memahami faktor risiko ini penting agar upaya pencegahan menjadi lebih efektif.
Merokok menjadi salah satu faktor utama yang memperbesar kerentanan terhadap infeksi TBC. Zat berbahaya dalam rokok merusak lapisan saluran pernapasan dan melemahkan sistem imun lokal, sehingga bakteri TBC lebih mudah berkembang biak di dalam tubuh. Studi menunjukkan bahwa perokok aktif memiliki risiko terinfeksi dan mengalami penyakit TBC aktif lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
Selain itu, pola hidup yang kurang sehat seperti asupan gizi yang buruk dan kurang tidur juga melemahkan daya tahan tubuh. Tubuh yang lemah membuat sistem imun tidak mampu melawan bakteri penyebab TBC secara efektif. Karena itu, menjaga pola makan bergizi dan istirahat yang cukup menjadi bagian penting dalam mencegah infeksi TBC.
Lingkungan tempat tinggal juga berperan signifikan. Tinggal di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi dan ventilasi rumah yang buruk meningkatkan risiko penularan lewat udara. Di Indonesia, banyak daerah perkotaan dan permukiman kumuh yang menjadi “hotspot” penyebaran TBC karena kondisi tersebut.
Selain itu, paparan polusi udara juga berpotensi memicu gangguan saluran pernapasan yang mempermudah infeksi TBC. Penggunaan masker saat berada di lingkungan berpolusi dan menjaga kebersihan udara dalam ruangan dapat membantu mengurangi risiko.
Penyakit penyerta seperti HIV/AIDS, diabetes, dan gangguan sistem kekebalan tubuh lainnya juga meningkatkan risiko tertular TBC. Oleh karena itu, pasien dengan kondisi tersebut perlu perhatian khusus dalam pencegahan dan pemantauan TBC.
Risiko Infeksi
Faktor sosial ekonomi turut mempengaruhi risiko infeksi. Mereka yang hidup dalam kemiskinan dan memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan cenderung terlambat mendapat diagnosis dan pengobatan. Kondisi ini menyebabkan penyebaran TBC yang lebih luas dan peningkatan kasus yang sulit terkendali.
Edukasi dan kesadaran masyarakat tentang TBC menjadi kunci keberhasilan pencegahan. Program edukasi yang menyasar komunitas berisiko sangat perlu agar gaya hidup sehat dan pengetahuan tentang TBC tersebar luas.
Pencegahan TBC bukan hanya bergantung pada intervensi medis, tapi juga perubahan gaya hidup dan lingkungan yang mendukung kesehatan pernapasan. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas TBC.