Kotabumi (Lampost.co) – Petugas Rumah Sakit Daerah (RSD) HM. Mayjend (Purn) Ryacudu Kotabumi mogok kerja, Jumat, 25 April 2025. Akibat tidak terbayarkannya gaji selama 5 bulan berjalan. Sehingga para petugas melakukan aksi mogok.
Persoalan ini menambah pelik persoalan rumah sakit kebanggaan masyarakat Lampung Utara itu. Sebelumnya mencuat persoalan pekerjaan 2022/2023 yang menyeret manajemen dan pimpinan Dinas Kesehatan. Sementara dugaannya, bisa merugikan negara ratusan juta. Kemudian saat ini sedang tertangani oleh Kejaksaan Negeri Lampung Utara.
Kemudian tidak hanya petugas kebersihan (cleaning service). Bahkan, petugas keamanan (security) juga terdampak hal serupa. Mereka mengaku tidak menerima gaji selama 5 bulan. Sebelumnya, 9 bulan yang seharusnya menjadi hak-nya.
“Gimana bang, kita kerja nggak digaji. Mau makan dari mana,” ujar salah seorang petugas kebersihan, Karizan, Minggu, 27 April 2025.
Sementara itu, Kepala Sanitasi sekaligus Koordinator Cleaning Service RSD HM. Mayjend (Purn) Ryacudu, Halimah mengatakan. Ia mengatakan, saat ini yang menjadi kendala atas mogok kerja tersebut ialah persoalan kebersihan dan sampah. “Sehingga cukup merepotkan, baik itu petugas kesehatan maupun pasien. Sebab, menjadi kurang terurus,” katanya.
Ada Tunggakan
Kemudian pihak manajemen Rumah Sakit HM. Mayjend (Purn) Ryacudu Kotabumi mengaku masih ada tunggakan 9 bulan yang belum terbayarkan kepada vendor. Hingga berdampak terhadap pembayaran gaji petugas cleaning service dan security.
“Sepengetahuan kami, mereka itu belum terbayar selama 4 bulan. Dari total tunggakkan 9 bulan yang harus terbayarkan, itu terakomodir 5 bulan,” kata Direktur RSD HM Mayjend (purn) Ryacudu Kotabumi, Aida Fitria.
Selanjutnya ia menjelaskan tertundanya pembayaran tersebut akibat belum terpenuhi kewajiban klaim dari BPJS Kesehatan. Sehingga berdampak kepada pemberi kerja (vendor) dan harus menanggung beban yang belum terklaim dari rumah sakit.
“Hutang awal kita kepada vendor, itu sekitar Rp800 -900 juta. Lalu beberapa tahun sudah terangkat Rp300 – 400 juta, karena terangsur. Nah kendalanya, ada sekitar 9 bulan dengan rata Rp70 juta/bulan harus terbayarkan kepada vendor. Inilah yang menjadi awal persoalan,” terangnya.
Sebab, saat ini sumber penghasilan terbesar rumah sakit daerah itu berasal dari klaim BPJS kesehatan. “Itu pengurusannya sekitar libur bersama, cuti Hari Raya Idul Fitri. Sehingga terhambat pencairannya, mau terbayar pakai apa anggaran sebesar itu,” katanya.
Kemudian ia menjelaskan pihak rumah sakit telah melakukan berbagai upaya. Ini dalam penanganan mogok kerja petugas kebersihan tersebut. Salah satunya dengan melibatkan petugas kesehatan seperti bidan, perawat dan petugas jaga ruangan. Ini untuk sekedar mengumpulkan sampah dan bersih – bersih tempatnya bertugas.
Namun faktanya, suasana kumuh tampak jelas rumah sakit. Mulai dari lantai kotor, sampai kepada sampah yang bertaburan. Seperti tampak muka, ruang tunggu pasien, masuk keareal dalam sampai ke pinggir – pinggir ruang perawatan kumuh.
Lalu nampak tumpukan sampah yang sudah lama tidak terangkut. Ini menjadi pemandangan umum dua hari belakangan. Sehingga menambah rumit persoalan rumah sakit kebanggaan masyarakat itu.