Bandar Lampung (Lampost.co) — Aliansi Komando Aksi Rakyat (AKAR) Lampung melaporkan mantan pejabat Lampung AD dan korporasi perkebunan tebu ke Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Hal itu terkait penerbitan Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020. Beleid itu mengatur tata kelola panen dan produktivitas tanaman tebu dengan cara pembakaran.
Guru Besar Ilmu Hukum Unila, Prof Rudy, mengatakan laporan ke Kejati itu perlu kajian mendalam untuk menentukan unsur pidananya.
BACA JUGA: Pergub Lampung Soal Panen Tebu Abaikan Hak Masyarakat
Menurutnya, tindakan yang Arinal lakukan saat masih gubernur merupakan bagian dari administrasi negara dan bukan tindakan pribadi. Sehingga, tidak bisa mendapatkan hukuman pidana.
Sebab, saat itu ada produk hukumnya dalam Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 terkait tata kelola panen dan produktivitas tanaman tebu dengan cara pembakaran.
Arinal saat itu pun berkapasitas sebagai gubernur dan tidak bisa diadukan secara pidana. Sebab, ia merupakan subjek hukum administrasi negara.
“Tindakan Arinal sebagai gubernur adalah tindakan administrasi negara, bukan tindakan pribadi,” kata Rudy, Rabu, 10 Juli 2024.
Menurut dia, isu yang menghubungkan AD dengan kerusakan lingkungan dan kesehatan muncul karena adanya Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020. Namun, hal itu bukan berarti melakukan pembakaran yang melanggar undang-undang.
Dia menekankan pentingnya membedakan antara tindakan pribadi dan pejabat negara. “Jadi, harus bedakan antara AD sebagai pribadi dan penampuk jabatannya,” ujarnya.
Dia menilai AD sebagai pejabat berwenang bisa terjerat delik pidana jika tidak melakukan pengawasan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal itu sesuai Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Untuk kasus ini, pengaduan seharusnya ke kepolisian atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lingkungan Hidup. Itu sesuai UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” katanya.
Sementara korporasi teradu yang mendapatkan untung dari Peraturan Gubernur Lampung tersebut dapat terkena sanksi pidana. Namun, syaratnya harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai perundang-undangan.
“Korporasi bisa masuk ke pengadilan secara pidana karena sebagai subjek hukum pidana,” katanya.