Kupang (lampost.co)–Kepolisian ternyata telah menyelidiki kekerasan seksual anak oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja sejak 23 Januari 2025.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTT Kombes Patar Silalahi menyatakan pihaknya melakukan penyelidikan ke TKP di Hotel Kristal, Kupang.
Pihaknya menggali informasi dari beberapa staf Hotel Kristal dan mendapatkan sejumlah alat bukti. Seperti keterangan sembilan saksi, petunjuk dari CCTV, dan dokumen registrasi di resepsionis.
“Barang bukti berupa satu baju dres anak bermotif Love Pink, surat visum. Kemudian compact disc berisikan delapan video kekerasan seksual,” ungkap Patar, baru-baru ini.
Patar mengatakan pihaknya juga meminta keterangan tiga anak yang jadi korban. Kemudian, melakukan visum terhadap para korban.
Pihaknya meminta pendampingan bagi korban anak, serta meminta laporan sosial.
Kepolisian meminta perlindungan bagi anak korban ke LPSK, mengambil keterangan enam saksi, dan meminta keterangan terlapor AKBP Fajar.
Gelar Perkara
Polda NTT menggelar perkara dan menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Polda NTT pun telah mengirimkan surat perintah penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Tinggi NTT.
“Kami menyita CCTV, buku, registrasi di resepsionis, akte kelahiran anak, HP terlapor, DVD video asusila, memeriksa barang bukti elektronik di Puslabfor polri,” ungkap Patar.
Patar memerinci AKBP Fajar terjerat Pasal 6 huruf C dan Pasal 12 dan Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B dan Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, C dan I UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kemudian, Pasal 45 ayat 1 juncto pasal 27 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
Pasal 6 huruf C, menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, kewenangan, kepercayaan atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan. Atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan persetubuhan. Terjerat pidana dengan penjara paling lama 12 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.
Sementara itu, Pasal 12 menyebutkan setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menyalahgunakan kedudukan, hingga terjadi eksploitasi seksual. Pelaku terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.