Bandar Lampung (Lampost.co) – Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyebut jumlah calon tunggal yang terus meningkat. Apalagi sejak Pilkada 2015 karena partai politik ingin memastikan kemenangan.
“Partai ingin mengamankan kemenangan sejak awal. Orientasinya menang, dan lebih mudah bertaruh dengan parpol daripada bertaruh dengan suara rakyat. Kalau ikut pilkada, kemudian bertaruh untuk merebut suara rakyat. Lalu probabilitas menangnya itu masih kecil, masih belum sepenuhnya meyakinkan,” kata Titi dalam webinar yang disaksikan dari Jakarta, Minggu, 4 Agustus 2024.
Kemudian Titi menjelaskan bahwa pada Pilkada Serentak 2015 terdapat tiga dari 269 daerah dengan calon tunggal. Dan kemenangan mencapai 100 persen. Kemudian sembilan dari 101 daerah yang terdapat calon tunggal pada Pilkada Serentak 2017.
Baca Juga : https://lampost.co/politik/pastikan-sistem-pelaporan-dana-kampanye-pilkada-aman/
“Pada Pilkada Serentak 2018, ada 16 daerah bercalon tunggal dari 170 daerah. Ternyata satu kalah, 15 menang, yang kalah ini adalah Kota Makassar,” ujarnya.
Selanjutnya, pada Pilkada Serentak 2020 terdapat 25 calon tunggal dari total 270 daerah. Dengan kemenangan mencapai 100 persen.
“Jadi, kalau kita total mulai Pilkada 2015 hingga Pilkada 2020. Dari total 53 calon tunggal, hanya satu yang kalah. Sebanyak 52 menang, atau setara dengan 98,11 persen. Jadi, luar biasa ya kemenangan calon tunggal pada pilkada serentak sejak 2015 sampai dengan 2020,” kata Titi.
Memastikan Kemenangan
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa selain karena partai politik ingin memastikan kemenangan. Peningkatan calon tunggal pada pilkada karena semakin banyaknya hambatan untuk berkontestasi.
“Makin ke sini, makin banyak hambatan untuk ikut kontestasi. Mendapatkan tiket pencalonan atau barrier to entry berupa makin beratnya syarat pencalonan. Baik jalur perseorangan maupun partai politik,” katanya.
Kemudian ia menceritakan, dahulu syarat untuk menjadi calon perseorangan itu., pada rentang antara 3 persen dan 6,5 persen. Akan tetapi, saat ini mencapai 6,5—10 persen.
Lalu berikut juga untuk calon dari partai politik makin berat persyaratan koalisi pencalonannya. Harus punya 20 persen kursi atau 25 persen suara sah hasil pemilu DPRD terakhir. Sebelumnya, syarat pencalonan itu hanya 15 persen kursi atau 15 persen suara sah pemilu DPRD.
Selain itu, calon tunggal meningkat karena adanya hegemoni kekuatan petahana. “Jadi, petahana yang sangat kuat. Lalu juga terdorong oleh mesin politik yang membuat kemudian kecenderungan calon tunggal meningkat. Karena lebih dari 80 persen calon. Dari 53 calon sejak 2015 sampai 2020 itu adalah petahana,” katanya.