Jakarta (Lampost.co) – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengatakan pihaknya tidak akan membiarkan ada pihak yang mengiming-imingi bisa mempengaruhi putusan hakim. Termasuk dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota atau sengketa pilkada.
“Karena kalau kita biarkan, kemudian kita diamkan. Nanti ‘kan seperti image itu menjadi sebuah kebenaran, padahal belum tentu benar. Tolong kalau ada teman-teman media bisa beri data. Kami dan Pak Wakil Ketua MK bisa ambil sikap-sikap yang sebagaimana ditentukan,” kata Suhartoyo mengutip Antaranews.com, Rabu, 11 Desember 2024.
Selain itu, Ketua MK juga meminta masyarakat untuk melapor kepada Mahkamah. Apabila ada pihak yang mengiming-imingi bisa membantu untuk mempengaruhi putusan hakim.
Baca Juga :
“Teman wartawan bisa memberi masukan dong dengan MK secara kelembagaan. Kalau betul, berikan datanya supaya kami bisa juga mengantisipasi untuk kepada hakim tertentu. Atau kepada karyawan tertentu yang melakukan sesuatu yang sebagaimana yang dinarasikan,” ujarnya.
Kemudian Mahkamah tengah menerima pendaftaran gugatan hasil Pilkada 2024. Hingga Rabu pukul 00.05 WIB, MK telah menerima sebanyak 240 permohonan yang terdiri dari dua permohonan sengketa pemilihan gubernur. 194 permohonan sengketa pemilihan bupati, dan 44 sengketa pemilihan wali kota.
Sementara jumlah itu masih akan terus bertambah. Mengingat, batas pendaftaran tiap daerah bisa berbeda-beda karena berdasarkan peraturan yang berlaku. Pendaftaran sengketa pilkada dapat terlaksanakan paling lambat tiga hari kerja sejak KPU setempat menetapkan hasil pemilihan.
Baca Juga :
Kemudian menurut Suhartoyo, jadwal sidang perdana sengketa Pilkada 2024 masih dalam pembahasan. Tetapi ia memperkirakan sidang pemeriksaan pendahuluan akan tergelar pada awal bulan Januari 2025.
Sementara itu, sidang pemeriksaan perkara akan berlangsung dengan metode panel. Tiap-tiap panel terisi oleh tiga hakim konstitusi.
“Ada tiga panel, kecuali ada hal-hal yang krusial bisa jadi, bisa saja, sidang pleno. Tapi, itu hanya dalam keadaan eksepsional yang kira-kira perlu untuk pleno. Tapi kalau sidang pendahuluan, pemeriksaan, pembuktian, biasanya panel. Kalau pengucapan keputusan harus pleno,” ujarnya menjelaskan.