Bandar Lampung (Lampost.co) — Usulan-usulan yang menyeruak dalam rapat bersama penyelenggara pemilu, Rabu, 15 Mei 2024 membuat publik makin pesimis dengan anggota dewan. Alih-alih mendorong perbaikan demokrasi, sejumlah anggota Komisi II DPR RI justru menyampaikan permintaan yang cenderung pragmatis.
.
Aspirasi tersebut antara lain meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) melegalkan praktik politik uang seperti serangan fajar dengan memberikan batasan nominal yang halal diberikan calon kepada pemilih. Selain itu, ada juga usulan untuk menjadikan partai politik sebagai penyelenggara pemilu.
.
Usulan pelegalan politik uang tersampaikan anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan, Hugua, dalam rapat konsultasi rancangan Peraturan KPU mengenai pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyebut pernyataan Hugua sangat tidak masuk akal.
.
“Ini merusak rasionalitas publik. Bagaimana mungkin tindakan politik uang yang bertentangan dengan nilai universal dalam mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas justru mau dilegalkan?,” katanya mengutip Media Indonesia, Rabu, 15 Mei 2024.
.
Ia menegaskan, aspirasi untuk melegalkan praktik politik uang bertentangan dengan ide dasar negara demokrasi yang berlandaskan hukum. Sementara itu, Direktur Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan bahwa sengkarut politk uang dalam kontestasi pemilihan merupakan masalah yang kompleks.
.
Sebab, politik uang berkaitan dengan banyak persoalan, misalnya besarnya biaya kampanye, budaya koruptif, integritas kandidat. Serta masyarakat yang pragmatis. Dengan demikian, butuh solusi yang menyeluruh untuk menyelesaikan persoalan politk uang. Bukan sekadar melegalkan dalam sebuah peraturan.
“Kalau melegalkan serangan fajar sama saja. Artinya suara publik itu sesuatu yang bisa terbeli hanya untuk kepentingan pragmatis saja,” terang Khoirunnisa.
Sementara itu, usulan agar partai politik menjadi pihak penyelenggara pemilu tersampaikan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat Ongku P Hasibuan dalam rapat evaluasi Pemilu 2024. Menurut Khoirunnisa, independensi penyelenggara pemilu merupakan hal konstitusional yang teramanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
.
Ia juga menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menjatuhkan putusan terkait masa jeda lima tahun bagi anggota partai politik yang hendak menjadi penyelenggara pemilu.
.
Bagi Khoirunnisa, yang menjangkiti penyelenggara pemilu saat ini adalah persoalan integritas. Menurutnya, Indonesia juga sudah mempraktikkan partai politik sebagai penyelenggara pemilu pada 1999. Namun, partai politik justru tidak dapat menerima hasil pemilu yang diselenggarakan.
.
Atas usulan-usulan tersebut, Khoirunnisa menekankan anggota DPR yang sekaligus anggota partai politik harusnya dapat mendorong terjadinya perbaikan demokrasi. “Tidak hanya melihatnya untuk kepentingan pragmatis saja. Justru pernyataan-pernyataan seperti ini bisa membuat publik semakin skeptis dengan partai dan anggota dewan,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT