ANGKA kasus korupsi di Indonesia makin menggila. Menyikapi kasus korupsi yang menjadi-jadi itu, warganet membuat klasemen kasus korupsi papan atas di republik ini. Istilah “Klasemen Liga Korupsi Indonesia” belakangan viral di media sosial setelah mencuatnya kasus dugaan megakorupsi yang melibatkan pejabat PT Pertamina Patra Niaga.
Warganet pun ramai-ramai menyusun peringkat kasus korupsi terbesar di Indonesia berdasarkan nilai kerugian negara. Klasemen ini ibarat tabel dalam dunia sepak bola, tetapi bukan tim sepak bola yang saling bersaing, melainkan skandal korupsi yang membuat negara merugi.
Kasus ini terjadi akibat pengelolaan ilegal kondensat minyak di Tuban pada 2009-2011 oleh PT Trans-Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI), menyebabkan kerugian negara Rp37,8 triliun.
Setidaknya ada 11 kasus megakorupsi yang masuk dalam Klasemen Liga Korupsi Indonesia. Korupsi Pertamina didapuk menjadi juara usai menggeser singgasana kasus Korupsi PT Timah. Kasus yang ramai diperbincangkan ini menjadi juara klasemen dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp968,5 triliun. Awalnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut kerugian sekitar Rp193,7 triliun, tetapi setelah penyelidikan lebih lanjut, nilainya diperkirakan membengkak mendekati Rp1 kuadriliun.
Lalu, Korupsi PT Timah. Kasus ini menyeret nama pengusaha Harvey Moeis dengan total kerugian negara mencapai Rp300 triliun. Awalnya, dampak kerugian lingkungan tercatat Rp271 triliun, namun hasil audit menambah angka tersebut. Selanjutnya, Korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus BLBI terjadi sejak krisis moneter 1997. Dana Rp147,7 triliun disalurkan ke 48 bank, tetapi sebagian besar tidak dikembalikan, sehingga negara mengalami kerugian Rp138,44 triliun.
Kemudian, Korupsi Duta Palma. Pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi, terbukti merampas lahan di Riau dan merugikan negara hingga Rp78 triliun. Ia divonis 15 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar. Lalu, Korupsi PT TPPI. Kasus ini terjadi akibat pengelolaan ilegal kondensat minyak di Tuban pada 2009-2011 oleh PT Trans-Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI), menyebabkan kerugian negara Rp37,8 triliun.
Setelah itu, Korupsi PT Asabri. Dana investasi milik prajurit TNI, Polri, dan ASN dimanipulasi dalam transaksi saham dan reksa dana, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,7 triliun. Kemudian, Korupsi PT Jiwasaraya. Kasus Jiwasaraya bermula dari investasi Saving Plan yang bermasalah hingga gagal membayar polis nasabah. Negara mengalami kerugian Rp16,8 triliun akibat skandal ini.
Selanjutnya, Korupsi Sawit CPO. Pada 2021-2022, terjadi penyalahgunaan izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang melibatkan pejabat Kementerian Perdagangan dan pengusaha besar. Akibatnya, negara merugi Rp12 triliun. Lalu, Korupsi Garuda Indonesia. Pengadaan pesawat CSJ-1000 dan ATR 72-600 tahun 2011 dilakukan dengan praktik mark-up harga. Mantan Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar, menjadi terdakwa utama.
Jangan sampai kasus korupsi Pertamina yang merugikan negara dan masyarakat ini berakhir antiklimaks dengan hukuman ringan kepada para pelaku dan belum mampu menyentuh aktor intelektual di balik kasus ini
Kemudian, Korupsi BTS Kominfo. Proyek pembangunan BTS 4G oleh Bakti Kementerian Kominfo bermasalah akibat mark-up harga. Mantan Menteri Kominfo, Johnny G. Plate, menjadi tersangka utama dengan total kerugian negara Rp8 triliun. Terakhir, korupsi Bank Century. Kasus ini berkaitan dengan pemberian dana talangan FPJP kepada Bank Century yang merugikan negara sebesar Rp6,74 triliun.
Istilah Klasemen Liga Korupsi Indonesia dipakai untuk menunjukkan betapa ironisnya kasus korupsi di Indonesia yang sudah seperti ajang kompetisi karena nilai korupsinya yang gila-gilaan.Terutama sejak kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang oleh pejabat PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023 mencuat. Warganet dibuat syok sebab jumlahnya bisa tembus hingga Rp 968,5 triliun.
Publik mengapresiasi kejagung yang telah mengungkap kasus ini secara terbuka. Hingga kini, kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dan melakukan serangkaian penggeledahan. Di sisi lain, publik perlu juga mengingatkan para hakim di persidangan jangan lembek saat menghukum para koruptor kelas kakap ini. Jangan sampai kasus korupsi Pertamina yang merugikan negara dan masyarakat ini berakhir antiklimaks dengan hukuman ringan kepada para pelaku dan belum mampu menyentuh aktor intelektual di balik kasus ini. Usut tuntas skandal megakorupsi mesti menjadi sorotan publik dan para penegak hukum di Indonesia.