Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah Provinsi Lampung tegaskan bahwa persoalan defisit atau utang seharusnya tidak mengaitkannya dengan siapa yang salah. Melainkan menjadi tanggung jawab bersama untuk terselesaikan.
Hal tersebut tersampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan. Ia mengatakan soal utang Pemerintah Provinsi Lampung yang mencapai Rp1,82 Triliun per 31 Desember 2024 tersebut tak perlu diperpanjang.
“Kita tidak boleh bicara salah siapa atau ini beban siapa. Yang jelas, pemerintahan harus tetap berjalan dan semua permasalahan harus kita selesaikan,” ujar Marindo, Senin, 7 Juli 2025.
Kemudian ia juga mengatakan data utang tersebut merupakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah terlaporkan kepada DPRD Provinsi Lampung. Pemprov telah bersikap transparan dalam menyampaikan kondisi keuangan daerah.
DBH
“Salah satu penyebab defisit adalah adanya kewajiban tunda bayar dan Dana Bagi Hasil (DBH) kepada Kabupaten/ Kota. Saat ini, Pemprov telah menyelesaikan sebagian besar dari tunda bayar tersebut,” katanya.
“Untuk tunda bayar sebesar Rp600 miliar sudah terselesaikan. Doakan saja, kami mengelola keuangan dengan integritas dan sebaik-baiknya,” tambahnya.
Sementara untuk DBH antara provinsi dan kabupaten/kota, ia menegaskan bahwa selesai dan sudah ada solusi bersama.
“Sudah ada kesepakatan bersama dengan bupati dan walikota. Lalu tertuang dalam LHP BPK, sehingga soal utang DBH sudah ada konsep penyelesaian sampai tahun 2028,” jelasnya.
Adapun hutang Rp1,82 triliun itu jadi perbincangan karena adanya perdebatan antara mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan mantan Pejabat (Pj) Gubernur Samsudin. Keduanya saling tuding sebagai penyebab terjadinya utang.