Jakarta (Lampost.co) – Komisi III DPR RI menyoroti putusan kontroversial terkait kasus Agnez Mo dan Ari Bias. Agnez dijatuhi denda Rp1,5 miliar karena diduga menggunakan lagu Bilang Saja tanpa izin di tiga konser. DPR menilai putusan itu bermasalah dan bisa merugikan banyak pelaku seni Tanah Air.
Poin Penting
- Komisi III DPR menyebut ada dugaan pelanggaran etik dalam putusan denda Rp1,5 miliar ke Agnez Mo.
- Putusan merugikan pelaku seni dan tak sesuai aturan.
- Komisi mendesak MA terbitkan regulasi jelas terkait sengketa hak cipta.
- DJKI minta edukasi publik soal lisensi, LMK, dan UU Hak Cipta.
- VISI dukung Agnez Mo dan ajukan uji materi ke MK soal royalti performing rights.
Rapat dengar pendapat antara Komisi III, DJKI, Bawas MA, dan Koalisi Advokat Pemantau Peradilan. Hasil rapat tersebut telah di unggah dalam Instagram resmi @vibrasisuaraindonesia (VISI).
Baca juga : Film Ballerina Spin-Off John Wick: Aksi Brutal dan Balas Dendam yang Menggigit
Dugaan Pelanggaran Etik oleh Hakim
Komisi III menyampaikan adanya indikasi pelanggaran etik dalam perkara Hak Cipta No. 92/2024. Hakim di anggap melanggar aturan hukum dan memberikan putusan yang tak adil bagi pelaku seni. “Putusan tidak sesuai ketentuan hukum,” tegas pernyataan VISI dalam unggahan resminya.
Komisi III mendesak Mahkamah Agung menerbitkan surat edaran resmi terkait penyelesaian sengketa hak cipta. Langkah ini bertujuan mencegah terjadinya interpretasi keliru terhadap UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Dengan pedoman resmi, putusan hukum bisa adil, terarah, dan berpihak pada prinsip keadilan.
Pentingnya Edukasi dari DJKI
DJKI Kemenkumham diminta memperluas edukasi kepada insan musik dan pelaku kreatif lainnya.
Tiga fokus edukasi yang ditekankan adalah:
1. Cara mendapatkan lisensi penggunaan lagu
2. Fungsi Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan LMK Nasional (LMKN)
3. Filosofi di balik Undang-Undang Hak Cipta.
Tujuannya mencegah sengketa hukum seperti kasus Agnez Mo dan Ari Bias.
Kilas Balik Kasus Agnez Mo vs Ari Bias
Agnez dituduh membawakan lagu Bilang Saja tanpa izin pada konser di Surabaya, Jakarta, dan Bandung. Pada 30 Januari 2025, hakim memutuskan Agnez bersalah dan harus membayar Rp500 juta per konser.
Kuasa hukum Ari Bias menyebut tanggung jawab izin lagu berada di tangan penyanyi, bukan event organizer. Putusan merujuk pada Pasal 113 UU Hak Cipta tentang tanggung jawab performing rights.
VISI Beri Dukungan dan Ajukan Uji Materi
Perkumpulan artis VISI memberikan dukungan moral terhadap Agnez Mo dalam menghadapi sengketa ini. VISI juga mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait legalitas penetapan royalti performing rights.
VISI mempertanyakan kewenangan pihak non-LMKN dan pemerintah dalam menetapkan tarif royalti. Mereka menegaskan, sistem pengelolaan royalti harus transparan dan adil bagi semua pihak.
Menurut VISI, reformasi regulasi dan edukasi jadi kunci mencegah kasus serupa di masa depan. “Tanpa pemahaman yang benar, hak pencipta bisa tergelincir di ruang sidang,” tulis mereka. Kasus Agnez Mo menjadi refleksi penting perlunya pembenahan sistem perlindungan hak cipta di Indonesia.