Bandar Lampung (Lampost.co) — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid akan melakukan penertiban. Ia memastikan bahwa rencana penertiban tanah nganggur 2 tahun hanya untuk tanah yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).
Hal itu tersampaikan Nusron saat kunjungan ke Provinsi Lampung, Selasa, 29 Juli 2025. Sebelumnya pemerintah berencana akan mengambil alih lahan atau tanah bersertifikat yang tidak termanfaatkan selama dua tahun berturut-turut.
Ia mengatakan, hal tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021, khususnya Pasal 7 dan Pasal 9. “Berdasarkan PP 20 tahun 2021 pasal 7 dan 9 itu mengatakan bahwa setelah mendapatkan hak atas tanah baik HGB maupun HGU. 2 tahun tidak termanfaatkan dan tidak berdayagunakan. Maka, pemerintah dapat menetapkan tanah tersebut menjadi objek tanah terlantar,” katanya, Selasa, 29 Juli 2025.
Kemudian penetapan tanah terlantar tidak terlaksanakan secara serta-merta. Melainkan melalui proses evaluasi dan juga pemberian kesempatan kepada pemilik hak untuk memanfaatkan lahannya.
“Proses penetapan tanah terlantar itu ada tahapan yang harus dilalui. Pertama melakukan pemberitahuan evaluasi, kemudian pemberitahuan resmi dan diberikan waktu selama 180 hari,” katanya.
Proses Evaluasi
Selanjutnya, tersampaikan Surat Peringatan (SP) 1 selama 90 hari, SP 2 selama 60 hari, dan SP 3 selama 45 hari. Dengan demikian, total waktu yang terbutuhkan dari proses evaluasi hingga penetapan tanah terlantar mencapai 587 hari.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam mengambil keputusan. “Proses evaluasi sampai penetapan itu butuh waktu 587 hari. Jadi ketika pemerintah penetapan tanah itu tanah terlantar itu juga melalui prosedur dan hati-hati jadi tidak asal,” jelasnya.
Lalu setelah tanah tertetapkan sebagai tanah terlantar. Statusnya akan kembali kepada negara dan dapat terkelola oleh Bank Tanah. Penggunaan tanah tersebut bisa terarahkan untuk berbagai kepentingan strategis nasional. Seperti proyek ketahanan pangan, energi, dan hilirisasi industri.
“Jika ada pihak lain yang ingin bekerja sama memanfaatkan tanah tersebut. Tentu saja bisa terlaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku,” jelas.