Bandar Lampung (Lampost.co) — Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menilai revisi Undang-Undang No. 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) punya tendensi untuk menyingkirkan hakim konstitusi tertentu. Terlebih pembahasan revisi tersebut ketika masa reses anggota DPR.
.
“Jelas situasi berupaya menyingkirkan hakim-hakim tertentu yang punya sikap dan upaya menegakkan konstitusi,” kata Feri mengutip Media Indonesia, Selasa, 14 Mei 2024.
.
Selanjutnya Feri mengatakan bahwa pembahasan yang dilakukan senyap itu tidak mengakomodir ruang kepentingan publik. Sementara itu saat ini, MK tengah tertawan melalui sebuah produk undang-undang.
.
“Bagi saya ini masalah-masalah yang sengaja untuk mencoba menawan Mahkamah Konstitusi,” ucap Feri.
.
Kemudian Mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas itu menekankan mestinya Mahkamah Konstitusi harus jauh dari pembentuk undang-undang. Pasalnya, mahkamah bertugas mengoreksi produk hukum hasil dari DPR.
.
“Jadi aneh kalau MK dikoreksi oleh kepentingan pembentuk undang-undang. Apalagi upaya MK mengubah undang-undang ini sudah berkali-kali. Artinya pembentuk undang-undang tidak matang mengubah dan merancang konstruksi bangunan MK yang mestinya independen,” jelas Feri.
.
Sebelumnya, DPR RI dan pemerintah telah menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang MK. Kemudian membawanya kepada rapat paripurna untuk disahkan.
.
Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir memimpin rapat kesepakatan revisi UU MK membawanya kepada paripurna. Adies telah meminta persetujuan dari para Anggota Komisi III dan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto.
.
“Atas nama pemerintah, kami menerima hasil pembahasan Revisi UU tingkat Panitia Kerja (Panja). Itu yang menjadi dasar pembicaraan atau pengambilan keputusan tingkat I pada hari ini. Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap Revisi UU Mahkamah Konstitusi di Sidang Paripurna DPR-RI,” kata Hadi Tjahtanto.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT