Bandar Lampung (Lampost.co) — Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di rumah sakit membutuhkan perhatian serius untuk memastikan keamanan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Yuni Lisafitri, Akademisi Manajemen Lingkungan, Limbah, dan Kualitas Udara dari Institut Teknologi Sumatera (Itera), mengungkapkan bahwa pengelolaan limbah B3 melibatkan serangkaian kegiatan. Rangkaian ini mulai dari pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengolahan, hingga pembuangan akhir dan daur ulang.
Menurutnya, beberapa rumah sakit telah berupaya menjalankan prosedur pengelolaan limbah B3 sesuai standar yang pemerintah tetapkan. Namun, sejumlah rumah sakit masih menghadapi kesulitan dalam memenuhi seluruh standar tersebut.
Baca Juga:
Unila Targetkan Bangun Pusat Pengolahan Limbah B3 untuk Sumatra
“Tantangan terbesar terdapat pada pengelolaan limbah B3 dengan karakteristik infeksius, yang harus disimpan pada suhu 0°C selama 24-48 jam,” jelas Yuni, Senin, 4 November 2024.
Ia merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 56 Tahun 2015 dan Surat Edaran Menteri LHK Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020.
Standar penyimpanan ini menjadi tantangan besar, terutama bagi rumah sakit yang belum memiliki insinerator untuk memusnahkan limbah medis di tempat.
Kondisi tersebut membuat rumah sakit harus bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mengangkut limbah B3.
Namun, pengangkutan sering kali tidak dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari sejak limbah itu ada. Sehingga limbah berada di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) lebih dari 48 jam. Selain itu, sebagian besar rumah sakit belum maksimal dalam menjalankan program minimalisasi dan daur ulang limbah B3.
Pelatihan
Saat ini manajemen rumah sakit telah berupaya untuk memastikan pengelolaan limbah B3 yang aman dan sesuai standar. Upaya ini seperti mengadakan pelatihan bagi petugas pengelola limbah serta berupaya mengurangi jumlah limbah yang ada.
Namun, Yuni menekankan perlunya komitmen yang lebih kuat dari manajemen rumah sakit untuk mengurangi timbunan limbah B3.
“Salah satu upaya adalah pemilahan limbah sejak di sumbernya, dengan melibatkan tenaga medis dan mempertimbangkan penggunaan bahan-bahan yang dapat di daur ulang,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya pelatihan rutin bagi staf rumah sakit dan petugas pengelola limbah B3. Upaya ini untuk memperkuat kapasitas pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.