BAYI kami sudah tiga kali ini mengalami demam. Suhu tubuhnya mencapai 38,4 derajat Celsius. Anak mungil umur satu tahun itu kalau diperhatikan terus mendekap di pangkuan bundanya. Durasinya lebih lama dari biasanya. Berbagai cara kompres air hangat, obat penurun panas, dan ASI masih belum bisa menurunkan suhu panas tubuhnya yang di atas normal. Alamat semalam itu kami begadang lagi, mengganti handuk buat mengompres yang mulai mengikuti suhu ruang.
Namun, Asheeqa tidak meronta menangis kesakitan. Pelukannya semakin erat, tidak mau mengubah tempat tidurnya terlalu jauh dengan bundanya. Sebagian anak sepertinya lazim mengalami demam. Namun, sebagai orang tua yang baru setahun memiliki anak, tentu risau dengan demam sang anak. Sang bunda hanya bisa bilang “cup-cup-cup”.
Menunggu pagi rasanya ingin bergegas cepat. Untung tubuhnya berangsur turun ke 37 derjat Celsius meski masih tampak tinggi. Paginya, Asheeqa masih tampak ceria seperti biasanya. Kami lantas mengajaknya berobat ke dokter.
Tentang demam, dokter bilang disebabkan oleh bakteri yang masuk ke tubuh. Karena reaksi benda asing itu, tubuh menjadi lebih hangat karena melawan kuman penyakit. Kami diberi antibiotik dan obat penurun panas dari apotek.
Penggunaan antibiotik ini yang perlu dikemas dari resep dokter. Berbagai peneliti dan organisasi perserikatan bangsa-bangsa (Organisasi Pangan dan Pertanian-FAO) memprediksi pada 2050 resistensi antimikroba (antibiotic resistance-AMR) menjadi tantangan serius yang dihadapi dunia kesehatan.
Ilmuwan memprediksi AMR merupakan penyebab kematian tertinggi pada manusia dibanding kanker, diabetes melitus, dan hipertensi.
Bahaya banyaknya antimikroba yang resisten terhadap berbagai mikroorganisme patogen sehingga berbagai penyakit yang muncul sulit disembuhkan. Peningkatan jumlah kematian yang disebabkan AMR terjadi karena penggunaan antimikroba yang tidak bijak, di antaranya adalah antibiotik.
Kini banyak antibiotik yang bisa dijual bebas di apotek sehingga penggunaannya tidak terkontrol. Konsumsi antibiotik yang tidak sesuai resep ini bisa menyebabkan kuman penyebab penyakit justru tahan atau resisten.
Tapi, kita sebagai orang tua siapa yang tahan melihat anaknya sakit demam. Obat apa pun akan dicari supaya anak bisa lekas sembuh dan senyum ceria. Apalagi melihat lugunya si kecil saat pulang kerja yang melelahkan. Sungguh obat bagi keluarga yang lelah-lelah mencari sebagian rezeki di luar sana.
Tentunya AMR harus jadi perhatian bersama, bahwa penggunaan antibiotik harus jadi kesadaran orang tua supaya masalah yang diprediksi 2050 mendatang itu bisa diminimalisasi.
Dian Wahyu Kusuma, Wartawan Lampung Post