Bandar Lampung (Lampost.co) — Penetapan harga singkong hingga saat ini masih menjadi polemik pada kalangan petani. Sebab, meski sudah tertetapkan langsung oleh Menteri Pertanian beberapa waktu lalu. Namun penerapan di lapangan belum optimal dan menjadi keresahan petani.
Tidak hanya belum optimal, bahkan pabrik malah menghentikan pembelian singkong dari petani. Merespon hal tersebut, Pengamat Ekonomi, Asrian Hendi Cahya mengungkapkan. Kondisi itu menunjukkan penetapan harga itu belum mengakomodir kepentingan semua pihak.
“Macetnya pembelian oleh pabrik mengindikasikan harga singkong tersebut belum mengakomodir kepentingan semua pihak,” katanya, Senin, 10 Februari 2025.
Baca Juga:
https://lampost.co/lampung/tera-ulang-kadar-aci-singkong-di-kabupaten-kota/
Kemudian menurutnya, penetapan harga oleh pemerintah bukan sebuah hal yang lazim. Penetapan harga biasanya hanya kepada barang-barang yang berasal dari BUMN seperti LPG atau BBM.
“Sebenarnya tidak lazim pemerintah menetapkan harga. Kecuali itu menyangkut produk pemerintah seperti gas, BBM, atau minyak kita,” katanya.
Meski begitu menurutnya, pemerintah harus melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan jika mau menetapkan harga sebuah komoditas. Sebab penetapan harga singkong itu juga berkaitan dengan perindustrian dan impor.
Lalu ia menjelaskan, perlu juga membahas bea impor tepung tapioka untuk menjaga stabilitas harga dalam negeri. Sehingga pabrik-pabrik tidak melakukan impor dan memilih untuk memproduksinya sendiri.
“Perlu koordinasi dengan Kemendag dan Kementerian Perindustrian soal ini. Misalnya apakah sebaiknya impor terigu terkena bea impor atau impor tepung tapioka ada kenaikan bea atau pajak impornya. Karena kita ada produksi dalam negerinya,” ujarnya.