Bandar Lampung (Lampost.co) — Koalisi Masyarakat Sipil menggelar Aksi Kamisan di depan Kantor DPRD Lampung, Kamis, 20 Maret 2025. Aksi tersebut tergelar sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan Revisi UU TNI pagi tadi.
Koordinator Aksi, Haykal Rasyid mengungkapkan, melalui aksi seratusan masyarakat sipil meluapkan kekecewaan terhadap DPR. Sebab penolakan terhadap RUU TNI sudah terlaksanakan sejak lama. Namun DPR tetap mengesahkan revisi undang-undang tersebut.
“Aksi ini sudah terkonsolidasikan jauh sebelum hari ini. Tapi DPR tetap mengesahkannya di tengah penolakan publik terhadap revisi UU tersebut,” ungkapnya.
Kemudian menurutnya, penolakan itu sendiri karena sejak awal pembahasan RUU TNI. Apalagi terlaksanakan secara sembunyi-sembunyi dan terburu-buru. Hal itu tentu menimbulkan kecurigaan dan jauh dari asas keterbukaan.
Selanjutnya melalui UU TNI terbaru itu. Prajurit aktif saat ini bisa memperluas pengisian jabatan dari semula 10 menjadi 16 lembaga dan kementerian. Kemudian tertambah dengan kementerian atau lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.
“Menurutku ini sangat multitafsir ia akan bisa ditafsirkan kemana-mana. Prajurit TNI yang ingin mengelola keuangan desa misalkan itu bisa asal terizinkan oleh presiden,” katanya.
Lalu ia menambahkan, Indonesia telah memiliki sejarah panjang dan kelam soal keterlibatan militer pada ranah sipil selama Orde Baru. Selama masa itu, militer kerap menggunakan kekerasan dalam menyikapi berbagai hal. Termasuk kritik terhadap pemerintah.
“Tujuan dari aksi kamisan ini memang untuk kampanye publik. Buat meluapkan kekecewaan kawan-kawan atas pemerintah yang mengesahkan RUU TNI,” jelasnya.
Kemudian ia berharap dengan penolakan yang masif pada berbagai kota se Indonesia. Itu bisa jadi pertimbangan oleh DPR dan pemerintah hari ini buat menerbitkan Peraturan Perundang-undangan (Perpu). Karena menurutnya UU TNI yang baru disahkan itu secara formil cacat hukum.
“Dan secara materiil bertentangan dengan prinsip militer negara demokrasi. Menuntut adanya pemisahan domain sipil dan domain militer,” tegasnya.