Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung untuk tegas dalam menegakan aturan mengenai praktik pembakaran lahan. Hal itu sebagai upaya untuk mengantisipasi terjadinya polusi dan kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang rawan terjadi menjelang musim kemarau.
Terlebih Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau di Lampung bakal terjadi pada Juli 2024.
Direktur Mitra Bentala Lampung, Rizani Ahmad mendorong Pemprov Lampung untuk melakukan serangkaian upaya mitigasi potensi Karhutla.
Baca Juga:
Pemerintah Mitigasi Karhutla saat Musim Kemarau
Dicabutnya Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana putusan Mahkamah Agung, menurutnya semua pihak harus menaatinya, termasuk perusahaan.
Menutut Rizani, yang menjadi persoalannya saat ini adalah tinggal bagaimana perusahaan berinovasi untuk menciptakan teknologi ramah lingkungan tanpa harus melakukan panen dengan membakar.
“Tinggal seperti apa teknologi yang bisa dengan cara-cara yang tidak melanggar aturan,” kata Rizani, Selasa, 25 Juni 2024.
Selain itu, Pemerintah juga untuk proaktif dalam memberikan pemberitahuan untuk wilayah-wilayah yang rawan terjadi Karhutla. Termasuk kesiapsiagaan dari tim kebencanaan untuk mengamankan daerah rawan.
“BMKG sudah kasih prediksi, tapi kadang-kadang kita agak sedikit abai, padahal itu sebenarnya bisa menjadi sebuah informasi bagi kita untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang biasa terjadi di setiap tahunnya,” kata dia.
Beberapa Langkah
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri mengungkapkan, beberapa langkah yang harus Pemerintah Daerah perhatikan dalam upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau.
Seperti misalnya penyiapan tim terpadu, monitoring pengawasan, kegiatan sosialisasi ataupun edukasi untuk daerah-daerah yang setiap tahunnya rawan kasus kebakaran lahan.
Kemudian yang tidak kalah penting, kata Irfan, mengingat wilayah Lampung yang sebagaian besar merupakan wilayah perkebunan. Maka sekali lagi putusan MA soal pencabutan mengenai legalitas pemanenan tebu dengan cara membakar harus benar-benar berjalan.
“Tentu ini harus jadi atensi bagi pemerintah dan dinas-dinas terkait untuk melakukan semacam patroli dan upaya penegakan hukum apabila masih ada kegiatan pemanenan tebu dengan cara membakar,” kata dia.