Jakarta (lampost.co)–Upaya ‘diam-diam’ DPR-pemerintah mempercepat pembahasan revisi UU TNI di hotel mewah, Fairmont Jakarta, Jumat–Sabtu 14 hingga 15 Maret 2025, menyakiti rakyat. Di tengah efisiensi anggaran saat ini, rapat tersebut sarat kontroversi.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri atas 20 kelompok masyarakat sipil menyoroti pernyataan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir. Sebelumnya, Adies mengatakan tidak akan mengesahkan revisi UU TNI selum reses Idulfitri 1446 H.
Namun, rapat panja di hotel berbintang lima itu berpeluang membuat pengesahan RUU sebelum 20 Maret.
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra selaku perwakilan koalisi mengatakan pihaknya mengecam keras pembahasan revisi UU TNI secara diam-diam di hotel mewah. Upaya tersebut minim transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik.
Terlebih, pembahasannya akhir pekan dan dalam waktu yang singkat di akhir masa reses DPR. “Pemerintah dan DPR harus berhenti untuk terus membohongi dan menyakiti rasa keadilan rakyat Indonesia,” katanya lewat keterangan tertulis.
Padahal, penyusunan regulasi terkait UU TNI berdampak luas terhadap tata kelola pertahanan negara.
Pasal Bermasalah
Koalisi menilai RUU TNI masih mengandung sejumlah pasal bermasalah yang mengancam demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia.
Agenda revisi UU TNI, sambung Ardi, justru akan melemahkan profesionalisme militer itu sendiri dan sangat berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI. Kondisi itu memungkinkan militer aktif akan dapat menduduki jabatan sipil.
“Perluasan penempatan TNI aktif di jabatan sipil, tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI. Itu juga berisiko memunculkan masalah, seperti eksklusi sipil dari jabatan sipil, menguatkan dominasi militer di ranah sipil. Kemudian, pembuatan kebijakan, dan loyalitas ganda,” terang Ardi.
Pada hari kedua pelaksanaan rapat panja revisi UU TNI, terungkap bahwa terjadi upaya perluasan prajurit aktif di kementerian/lembaga (K/L).
UU TNI saat ini hanya memungkinkan prajurit aktif bertugas pada 10 K/L. Dalam rapat sebelumnya dengan Menteri Pertahanan, disepakati adanya perluasan pada 5 K/L baru.
“Soal penempatan prajurit TNI di tempat lain, di luar dari yang 16, itu tetap harus mengundurkan diri. Itu sudah final,” terang Hasanuddin.