• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • E-Paper
Selasa, 20/05/2025 04:16
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
Home Opini

Manifestasi Hatta, Komitmen Kepala Daerah,  dan Evaluasi Tata Kelola BUMD

Tetapi penjajahan Belanda yang bermula dengan menanam kekuasaan monopoli dalam segala rupa, memusnahkan segala aktivitas orang Indonesia

MustaanbyMustaan
26/03/25 - 06:32
in Opini
A A
BUMD

Ilustrasi (lampost.co)

BUMD
Nicholas Martua Siagian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, 
Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK

“….SEBAGAI penduduk pulau-pulau yang tersusun di tengah-tengah jalan perhubungan pelayaran, sepatutnya orang Indonesia menjadi bangsa pelayar yang kuat bertindak dan kuat merantau. Tetapi penjajahan Belanda yang bermula dengan menanam kekuasaan monopoli dalam segala rupa, memusnahkan segala aktivitas orang Indonesia. Rakyat Indonesia tertunda hidupnya ke desa, hidup dengan segala genap. Hanya cita-cita untuk menjadi bangsa yang merdeka kembali berdasarkan persaudaraan segala bangsa, tetap padanya.”

Penggalan kalimat tersebut merupakan naskah pidato Mohammad Hatta yang begitu memantik rasa nasionalisme dan kebangsaan. Mohammad Hatta atau yang kita kenal Bung Hatta menilai bahwa akibat dari penjajahan yang dulu terjadi mengakibatkan sifat bangsa Indonesia yang ‘ekstrover’ menjadi lenyap.

Padahal, kejayaan bangsa Indonesia di masa Kerajaan Majapahit, Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan lainnya begitu melanglang buana. 

Mohammad Hatta menyoroti bagaimana kolonialisme Belanda menggunakan monopoli sebagai alat penjajahan yang merampas ruang gerak ekonomi rakyat Indonesia, memaksa mereka untuk hidup dalam keterbatasan di pedesaan, serta menghancurkan kreativitas dan inisiatif ekonomi bangsa. 

Jika kita dikaitkan dengan saat ini, setelah lebih dari tujuh dekade kemerdekaan itu diraih, Indonesia telah memiliki instrumen yang seharusnya dapat memperjuangkan kesejahteraan ekonomi rakyat, salah satunya adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun, setelah 78 tahun merdeka, pertanyaannya adalah: “Apakah semangat kemerdekaan yang diimpikan Hatta dan para pendiri bangsa telah terwujud dalam tata kelola pemerintahan kita?”

Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya.

Artinya, pasal tersebut menjadi pintu masuk bahwa otonomi daerah dapat dilaksanakan di 38 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota di Indonesia sebagai hak, kewenangan, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Berbicara tentang pembangunan suatu daerah, maka tidak lepas dari yang namanya kemandirian secara fiskal. Menjalankan otonomi daerah kapasitas fiskal yang memadai dan kemandirian anggaran, agar daerah tidak terus bergantung pada transfer pusat. Meskipun kenyataanya, ada disparitas dari apa yang diharapkan dan apa yang terjadi sebenarnya. 

Mengutip pernyataan dari Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia di Rapat Koordinasi Nasional Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) Tahun 2024,  bahwa: “Salah satu tantangan dari pemerintah daerah adalah ketergantungan yang sangat besar kepada keuangan pusat, sehingga transfer ke daerah itu merupakan bagian yang sangat dominan. Local revenue atau pendapatan daerah melalui pendapatan asli daerah masih sangat terbatas.”

Sederhananya, jika terrangkum dalam beberapa pertanyaan: “Mau bangun apa jika ternyata tidak punya anggaran? Bagaimana menjalankan janji-janji kampanye kalau nyatanya anggarannya sangat terbatas, itu pun harus bergantung dari belas kasihan transfer pemerintah pusat?” Ibarat kata pemerintah daerah seperti seorang anak kecil yang masih bergantung pada ibunya.

Dalam konteks ini, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seharusnya berperan sebagai motor penggerak ekonomi daerah sekaligus sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kalau kita bedah dari PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, maka pasal 4 yang berbunyi, “Daerah dapat mendirikan BUMD,” seharusnya dimaknai oleh pemerintah daerah bukan hanya sebatas kebolehan dan anjuran, namun keharusan yang mengikat namun dengan catatan berjalan secara profesional dan akuntabel.

Namun, kenyataannya apa? Banyak BUMD justru mengalami kerugian akibat tata kelola yang lemah, kurangnya inovasi, serta rendahnya akuntabilitas. Alih-alih menjadi aset strategis bagi daerah, BUMD yang tidak beroperasi dengan baik justru menjadi beban bagi APBD. Sehingga menghambat upaya daerah dalam mencapai kemandirian fiskal dan pembangunan berkelanjutan. Padahal, jika beroperasi secara baik selain mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Selain juga dapat meningkatkan pelayanan publik, serta memperkuat kemandirian ekonomi lokal, BUMD sejatinya merupakan manifestasi dari cita-cita Hatta. 

Kelola Tanpa ‘Tata’

Dalam pengelolaan BUMD, peran kepala daerah sangat strategi sebagaimana tercantum dalam pasal 331 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pemerintah Daerah. Hal ini karena perannya selaku pemegang kekuasaan umum pengelolaan kepala daerah. Artinya, tidak hanya bertanggung jawab dalam penyertaan pada BUMD. Namun juga memastikan bahwa BUMD beroperasi berdasarkan kompetensi dan tata kelola perusahaan yang baik.

Seiring berjalannya waktu, berdasarkan Data Statistik Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK tahun 2022, sebanyak 274 BUMD mengalami kerugian. Kemudian 291 BUMD sakit (rugi dan ekuitas negatif) dan 17 BUMD kekayaan perusahaannya lebih kecil daripada kewajibannya (ekuitas negatif). Selain itu 186 BUMD memiliki posisi dewan pengawas dan komisaris yang lebih banyak daripada direksi, dan 60% BUMD tidak memiliki Satuan Pengawas Internal. 

Dari data statistik tersebut, maka kesimpulan sementaranya, bahwa selama ini BUMD beroperasi tanpa ‘tata’, artinya ugal-ugalan tanpa regulasi yang jelas. Bayangkan, bagaimana buruknya tata kelola BUMD kita, “bahwa 60 persen BUMD tidak memiliki satuan pengawas internal.”

Jadi, belum berbicara untung rugi suatu BUMD, secara kelembagaan saja sudah cenderung terindikasi tidak transparan, berpotensi korupsi dan merugikan daerah.

Permasalahan terbesar dalam tata kelola BUMD adalah besarnya beban gaji bagi di reksi, komisaris, dan pejabat lainnya yang tidak sebanding dengan kinerja perusahaan. Seharusnya, gaji dan tunjangan jajaran di reksi BUMD berbanding lurus dengan performa mereka dalam meningkatkan keuntungan bagi daerah. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. BUMD yang merugi tetap menggaji pejabatnya dengan angka yang fantastis. Bahkan lebih tinggi dari ASN di lingkungan pemerintah daerah.

Kondisi tersebut akhirnya sejalan dengan pernyataan dari buku seorang ahli politik dan ekonomi Amerika Serikat bernama Francis Fukuyama dalam bukunya yang berjudul “State-Building: Governance and World Order in the 21st Century.” Fukuyama menekankan bahwa kebijakan yang hanya berfokus pada perluasan peran negara, tanpa meningkatkan kapasitasnya seringkali berujung menjadi celah korupsi dan inefisiensi.

Nada yang saya sama juga teriungkap oelh Bung Hatta dalam pidatonya puluhan tahun lalu, relevan kita renungkan kembali:

“Kalau diperhatikan, bahwa onderneming besar-besar itu sudah merupakan masyarakat sendiri tempat beribu-ribu orang menggantungkan nasibnya dan nafkah hidupnya, maka tak pantas lagi buruk-baiknya diputuskan oleh beberapa orang partikelir saja, yang berpedoman dengan keuntungan semata,” tutur Bung Hatta.

Jadi, BUMD kita saat ini sedang mengalami gejala pengawasan tanpa ‘awas’ serta kelola tanpa ‘tata’. Seperti yang terungkap oleh Fukuyama, di satu sisi beroperasi secara ugal-ugalan penyertaan modal melalui APBD kepada BUMD. Di sisi lain sama sekali tidak meningkatkan kapasitasnya yang berujung pada korupsi dan tidak sehatnya BUMD.

BUMD dan Kerugian Menerus

Baru-baru ini, kita mendengarkan dari media massa fenomena korupsi yang bukan lagi di angka ratusan juta, namun miliaran, hingga triliun. Bahkan, parahnya lagi sampai mengakibatkan kerugian negara di angka kuadriliun. Adapun kasus korupsi yang menjadi sorotan publik adalah korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga yang merugikan negara dengan perkiraan 1 Kuadriliun. Ada lagi, kasus dugaan korupsi iklan di BUMD PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau Bank BJB selama periode 2021-2023.

Lebih nyatanya lagi, terdapat 181 kasus korupsi sektor BUMN/BUMD menjadi bidikan Komisi Pemberantasan Korupsi. Angka ini belum termasuk penindakan, baik oleh Kejaksaan Agung maupun Polri. Sangat miris bukan? Lantas, hanya ada tersisa pertanyaan kepada penyelenggara negara: “Mau sampai kapan BUMD jadi ladang korupsi oleh pejabat di daerah? Mau sampai kapan BUMD menyusu pada APBD (uang rakyat), namun hasilnya merugi terus? kapan pemerintah pusat benar-benar serius membenahi ini? Bagaimana mungkin investor tertarik melirik jika korupsi merajalela?”

Kepala Daerah Proaktif Lah!

Kepala daerah memiliki peran krusial dalam memastikan BUMD berjalan sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme. Tanpa adanya komitmen dari kepala daerah untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh. Maka akan sulit membayangkan BUMD bisa menjadi entitas bisnis yang sehat dan mandiri. Salah satu permasalahan utama yang sering terjadi adalah penunjukan direksi dan komisaris yang lebih mengambil dasar kedekatan politik ketimbang kompetensi.

Selain itu, Pemerintah Pusat melalui Kemendagri sebagai instansi pembina pemerintah daerah termasuk pengelolaan BUMD perlu mensinkronisasi. Juga harmonisasi produk hukum yang mengatur tentang pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Besarnya kewenangan kepala daerah juga perlu ditinjau ulang memitigasi terjadinya penyalahgunaan wewenang (conflict of interest). Artinya, sekalipun daerah secara mandiri mengelola BUMD, bukan berarti Kemendagri lepas tangan dan tidak melakukan pengawasan yang berkala dan berkualitas.

BUMD memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak ekonomi daerah jika terkelola dengan baik. Namun, tanpa komitmen kepala daerah dan sistem tata kelola yang transparan serta profesional, BUMD hanya akan menjadi beban bagi APBD.

Manifestasi pemikiran Bung Hatta tentang ekonomi rakyat seharusnya menjadi acuan dalam mengelola BUMD, yakni mengutamakan kesejahteraan masyarakat ketimbang kepentingan segelintir elit. 

Pidato Mohammad Hatta mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang bebas dari penjajahan fisik. Tetapi juga tentang membebaskan rakyat dari belenggu ekonomi yang menindas. BUMD, sebagai instrumen ekonomi daerah, seharusnya menjadi alat untuk mewujudkan cita-cita tersebut.  Evaluasi menyeluruh terhadap BUMD adalah langkah krusial agar entitas bisnis daerah ini bisa berkontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Tags: BUMDbung hattaesaikepal daerahkolommanifestasiOpinisikaptulisan
ShareSendShareTweet

Berita Lainnya

efisiesnsi anggaran

Efisiensi anggaran, Tidakkah mempengaruhi Quality Produk Research ?

byMustaan
15/04/2025

Prof. Dr. Hj. Yuberti., M.PdKepala Pusat Penelitian LP2M UIN Raden Intan Lampung PUSAT Penelitian UIN Raden Intan Lampung, memastikan bahwa...

ulama

Peran Ulama dan Umara Dalam Pembangunan Masyarakat Pasca Pilkada

byMustaan
28/03/2025

Dr. H. Nadirsah Hawari, Lc, M.ADosen Politik Islam UIN Raden Intan Lampung SEJARAH mencatat bahwa para nabi tidak hanya diutus...

kesalehan

Esensi Ramadhan dan Kesalehan Sosial

byMustaan
27/03/2025

TrionoDirektur INKOL Inisiatif TAK terasa Ramadhan telah mengantarkan kita dihari-hari penghujungnya. Di sepuluh akhir ramadhan ini baik siang ataupun malamnya...

Load More
ADVERTISEMENT

Berita Terbaru

Xiaomi Pad 7 dan Pad 7 Pro. Foto: Xiaomi

Spesifikasi dan Harga Xiaomi Pad 7 Pro Resmi Meluncur, Tablet Premium Android Penantang Serius iPad

20/05/2025

Billy Syahputra dan Vika Kolesnaya akan Menikah di Belarus, ini 5 Bocoran Persiapannya

Bagi Penderita GERD dan Asam Lambung, Sebaiknya Hindari 5 Jenis Makanan Ini

Tiket Duel Timnas Indonesia vs China Ludes! Ini Faktanya

20 Mei 2025, Seluruh Pengemudi Ojol di Lampung Akan Mematikan Aplikasi

Declan Rice Pastikan Posisi Dua untuk Arsenal

Facebook Instagram Youtube TikTok Twitter

Affiliated with:

Informasi

Alamat 
Jl. Soekarno – Hatta No.108, Hajimena, Lampung Selatan

Email

redaksi@lampost.co

Telpon
(0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi)

Sitemap

Beranda
Tentang Kami
Redaksi
Compro
Iklan
Microsite
Rss
Pedoman Media Siber

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.