KEBERADAAN rentenir atau tengkulak atau ijon menjadi sosok menakutkan, tapi dibutuhkan masyarakat yang tengah kesulitan untuk menyambung hari esok. Praktik pinjaman dengan bunga tinggi ini sudah mewabah sangat lama dan menjebak masyarakat yang membutuhkan pembiayaan hingga terjerat piutang. Menanggapi hal tersebut, pemerintah menyelenggarakan suatu program pinjaman kepada masyarakat dengan bunga rendah namun dapat dengan mudah diakses oleh mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi yakni Program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
KPPN Kotabumi merupakan satuan kerja vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berwilayah kerja di lima kabupaten Provinsi Lampung yaitu, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tulangbawang, Kabupaten Tulangbawang Barat, Kabupaten Mesuji, dan Kabupaten Way Kanan. Dari tahun 2019, KPPN Kotabumi sebagai perwakilan Kementerian Keuangan di daerah memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan Kementerian Keuangan yang bertujuan untuk membantu usaha masyarakat perekonomian rendah melalui skema pinjaman dengan bunga rendah lewat Pembiayaan Ultra Mikro.
Pembiayaan Ultra Mikro ini sendiri dilatarbelakangi sulitnya akses masyarakat dengan perekonomian rendah terhadap program Kredit Usaha Rakyat (KUR) diakibatkan keterbatasan dalam memenuhi persyaratan, terutama pengajuan KUR terutama terkait agunan. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memandang bahwa diperlukan suatu program yang dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat perekonomian rendah untuk meningkatkan nilai usahanya sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia.
Kelima kabupaten wilayah kerja KPPN Kotabumi merupakan wilayah yang sebagian besar warganya bermatapencaharian dari pertanian dan peternakan. Kesenjangan ekonomi yang cukup besar terjadi di lima kabupaten tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi sulit untuk berkembang karena masyarakat dengan kategori ekonomi rendah sulit untuk mengembangkan potensi perekonomiannya. Beberapa penyebab hal ini terjadi adalah karena sulitnya akses pembiayaan usaha di daerah yang jauh dari perkotaan, keterbatasan modal usaha, keterbatasan aset usaha atau pribadi yang dapat dijadikan agunan pinjaman ke bank, serta masih banyaknya praktik rentenir yang mewabah di masyarakat.
Melalui beberapa kesempatan wawancara dalam kegiatan monitoring dan evaluasi Program Pembiayaan UMi yang dilakukan oleh KPPN Kotabumi kepada debitur UMi ditemukan fakta bahwa kesulitan terbesar bagi masyarakat mengembangkan perekonomiannya adalah keterbatasan modal yang dimiliki serta sulitnya mendapatkan pembiayaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya. Hingga renternir menjadi jalan pintas yang berujung pada lilitan utang.
Melalui kacamata ekonomi, bunga yang tinggi membuat pertumbuhan ekonomi melambat atau bahkan merosot jika dipraktikkan dalam jangka waktu lama (long run) dan terjadi secara makro dalam suatu wilayah. Ini terjadi karena bunga yang terlalu tinggi atau tidak ideal membuat produktivitas masyarakat berkurang sehingga angka PDB Regional (Produk Domestik Bruto Regional) suatu wilayah menurun dan akan meningkatkan inflasi di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kualitas perekonomian di suatu daerah maka perlu dilakukan intervensi untuk mengontrol tingkat bunga pinjaman di daerah tersebut.
Sejak tahun 2007, Pemerintah telah melakukan upaya memberikan akses pembiayaan usaha dengan bunga rendah yaitu melalui Program KUR yang disalurkan bank melalui skema subsidi bunga. Namun, setelah lebih dari satu dekade berjalan program tersebut masih belum bisa mencakup seluruh kebutuhan pembiayaan usaha di masyarakat khususnya bagi mereka yang memiliki keterbatasan modal dan aset. Program KUR memiliki persyaratan cukup sulit untuk dipenuhi usaha ultra mikro terutama terkait penjaminan agunan. Berawal dari hal tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan pada tahun 2018 meluncurkan Program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang ditujukan bagi mereka yang belum mampu untuk memperoleh pembiayaan KUR (usaha ultra mikro yang tidak bankable).
Pembiayaan UMi ini sendiri memiliki segmentasi pasar yang berbeda dari KUR sehingga syarat yang dibutuhkan untuk mengaksesnya juga sangat mudah, yakni tidak sedang menerima pembiayaan lain dari LKBB, merupakan WNI (dibuktikan melalui KTP), serta memiliki izin usaha dari instansi pemerintah dan/atau surat keterangan usaha dari penyalur . Selain itu, Pembiayaan UMi ini juga disalurkan LKBB yakni Pegadaian, PNM, dan Koperasi yang notabene memiliki cakupan lebih luas ke daerah-daerah yang jauh dari perkotaan.
Skema intervensi pemerintah yang digunakan oleh program ini juga berbeda dengan pendahulunya yaitu menyediakan langsung dana yang dipinjamkan melalui Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP) yang merupakan satuan kerja Kementerian Keuangan.
Jangka waktu pinjaman yang diberikan juga merupakan pinjaman jangka pendek (maksimal 52 minggu) sehingga diharapkan perputaran modal usaha ultra mikro masyarakat dapat lebih efisien. Selain itu, LKBB sebagai penyalur Pembiayaan UMi juga diwajibkan untuk memberikan pendampingan dan pelatihan kepada debitur agar pengelolaan usahanya juga semakin baik seiring waktu. Singkatnya, Program Pembiayaan UMi merupakan suatu terobosan pemerintah agar seluruh masyarakat pelaku usaha ultra mikro dapat mengakses pembiayaan dengan bunga rendah dimana pun di seluruh pelosok negeri serta nantinya dapat bersaing dengan usaha kecil menengah (UMKM).
Pada perkembangannya, setelah berjalan hampir empat tahun Program UMi yang awalnya memiliki plafon pinjaman sebesar Rp10 juta kini telah bertambah menjadi Rp20 juta agar masyarakat dapat lebih meningkatkan nilai ekonomi usahanya. Sejatinya, pemerintah mengharapkan program ini dapat terus berjalan agar dapat mewujudkan pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia. Dan program Pembiayaan UMi ini dapat meningkatkan daya saing usaha ultra mikro dimana sebagian besar debitur program ini berasal dari pelaku usaha kecil seperti petani, peternak, ataupun penjual sayur di pasar. Program Pembiayaan UMi masih terus akan mengalami perkembangan yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitasnya dan efisiensinya sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakat negeri ini.
Kini, pelaku usaha ultra mikro tidak perlu khawatir lagi untuk mendapatkan pembiayaan dalam mengembangkan usahanya. Mereka juga kini juga sudah bisa melepaskan dirinya dari ketergantungan kepada rentenir yang selama ini justru menyulitkan keuangan usaha mereka.
Ketersediaan dana Program UMi yang dijalankan pemerintah melalui sistem dana bergulir juga akan senantiasa dapat memberikan akses sebesar-besarnya bagi mereka yang membutuhkannya. Sekarang masyarakat juga sudah bisa optimistis untuk memulai atau mengembangkan usahanya meskipun mereka memiliki keterbatasan modal. Saat ini, tangan kekar pemerintah siap membantu masyarakat dalam meraih kesuksesan usahanya.
Sri Agustina