Bandar Lampung (Lampost.co)— Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan penggeledahan di Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lampung Tengah pada 22 April 2025. Penggeledahan ini terkait dugaan korupsi dalam pembahasan RAPBD Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, untuk tahun anggaran 2025.
Juru Bicara KPK, Tesa Mahardika, menyampaikan bahwa selain menggeledah kantor Perkim Lampung Tengah, tim KPK juga memeriksa sebuah rumah di wilayah tersebut.
Berita terkait: KPK Periksa Sejumlah Orang Terkait Korupsi RAPBD OKU di Lampung Tengah
“Penggeledahan ini kami lakukan dalam perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten OKU, Provinsi Sumatera Selatan, tahun anggaran 2024 hingga 2025,” ujar Tesa pada 23 April 2025.
Tesa melanjutkan bahwa tim penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik dari lokasi penggeledahan. Namun, ia belum menjelaskan alasan penggeledahan dilakukan di Lampung Tengah, padahal kasus ini terjadi di OKU, Sumatera Selatan.
“Hal itu sudah masuk dalam materi penyidikan, jadi belum bisa kami sampaikan saat ini,” ujarnya.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka adalah FJ, MFR, dan UM yang merupakan anggota DPRD OKU; Nov yang menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR OKU; serta MFZ dan ASS dari pihak swasta.
KPK mengungkapkan bahwa para tersangka menggunakan modus pinjam bendera perusahaan untuk mengerjakan proyek di Dinas PUPR OKU. Menariknya, perusahaan-perusahaan yang digunakan itu berasal dari Kabupaten Lampung Tengah.
Nov, Kepala Dinas PUPR OKU yang kini menjadi tersangka, mengatur agar pihak swasta mengerjakan proyek dengan menggunakan perusahaan dari Lampung Tengah.
“Penyedia dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menandatangani kontrak proyek di Lampung Tengah,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, pada 16 Maret 2025.
Berikut beberapa nama perusahaan dan proyek yang mereka kerjakan:
-
Rehabilitasi Rumah Dinas Bupati senilai Rp8,3 miliar, dengan pelaksana CV RF.
-
Rehabilitasi Rumah Dinas Wakil Bupati senilai Rp2,4 miliar, oleh CV RE.
-
Pembangunan Kantor PUPR Kabupaten OKU senilai Rp9,8 miliar, oleh CV DSA.
-
Pembangunan Jembatan di Desa Guna Makmur senilai Rp983 juta, oleh CV GR.
-
Peningkatan Jalan Poros Desa Tanjung Manggus–Desa Bandar Agung senilai Rp4,9 miliar, oleh CV DSA.
-
Peningkatan Jalan Desa Panai Makmur senilai Rp4,9 miliar, oleh CV AJN.
-
Peningkatan Jalan Unit 16 Kedaton Timur senilai Rp4,9 miliar, oleh CV MDR Corporation.
-
Peningkatan Jalan Letnan Muda MCD Juned senilai Rp4,8 miliar, oleh CV BH.
-
Peningkatan Jalan Desa Makatirtama senilai Rp3,9 miliar, oleh CV MDR.
“Nov dan PPK langsung berangkat ke Lampung Tengah untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak tersebut. Mereka menggunakan nama perusahaan orang lain. Namun yang mengerjakan proyek adalah MFZ dan ASS,” ungkapnya.
Kronologi korupsi ini bermula dari pembahasan RAPBD OKU 2025. Beberapa anggota DPRD meminta jatah pokok pikiran (pokir) kepada Pemkab OKU, yang kemudian mengalami perubahan menjadi proyek fisik di Dinas PUPR senilai Rp40 miliar.
Awalnya, proyek untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD senilai Rp5 miliar, dan untuk anggota senilai Rp1 miliar. Namun karena keterbatasan anggaran, nilai proyek turun menjadi Rp35 miliar, dengan fee proyek sebesar 22% atau sekitar Rp7 miliar.
“Setelah APBD 2025 mendapat persetujuan, anggaran Dinas PUPR meningkat dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar, dua kali lipat,” ujar Tesa.
KPK menyatakan bahwa MFZ dan ASS menerima tawaran proyek tersebut dengan fee 22%, terdiri atas 20% untuk DPRD dan 2% untuk pihak Dinas PUPR.
Menjelang Hari Raya Idulfitri, anggota DPRD OKU, yakni FJ, MFR, dan UH, menagih jatah proyek kepada Nov. Mereka sepakat akan mencairkan uang muka sembilan proyek itu sebelum Idulfitri.
“Pertemuan itu hadir anggota DPRD, kepala Dinas PUPR, pejabat bupati, dan kepala BPKAD,” ujarnya.
Pada 13 Maret 2025, MFZ mencairkan uang muka proyek. Padahal dana tersebut seharusnya prioritasnya untuk membayar THR, TPP, dan penghasilan kepala daerah.
Kemudian, MFZ menyerahkan Rp2,2 miliar kepada Nov sebagai komitmen untuk Dinas PUPR. Dana tersebut bersumber dari pencairan uang muka proyek.
Pada awal Maret 2025, ASS juga telah menyerahkan Rp1,5 miliar kepada Nov di kediamannya.
“Pada 15 Maret 2025, tim KPK mendatangi rumah Nov dan A, lalu menyita uang Rp2,6 miliar dari MFZ dan ASS. Tim juga mengamankan pelaku lain di rumah masing-masing, serta menyita satu mobil Fortuner, sejumlah dokumen, dan alat elektronik,” ujarnya.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News