Jakarta (Lampost.co)— Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Republik Indonesia (RI), Abdul Haris, mengakui pentingnya digitalisasi dalam pendidikan tinggi. Namun, ia menekankan pentingnya etika dalam penggunaan teknologi.
Haris mengatakan sebagai negara dengan sistem pendidikan terbesar ketiga di Asia dan keempat di dunia.
Pendidikan tinggi di Indonesia memiliki tantangan. Mulai dari revolusi industri 4.0, revolusi industri 5.0, dan pandemi Covid-19.
“Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan digitalisasi pendidikan tinggi, di antaranya Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan Massive Online Open Courses (MOOCS),” kata Haris.
Yang merasakan kebijakan ini sudah 80 persen mayoritas mahasiswa di Indonesia. Haris menyebut keberhasilan penerapan digitalisasi di pendidikan tinggi memerlukan keterlibatan manusia.
Hal ini karena cara berpikir teknologi yang mengabaikan humanisme, sehingga proses berpikir menjadi terabaikan. Dalam menerapkan digitalisasi di pendidikan tinggi, manusia harus menjadi innovator bukan sekedar pengguna.
“Etika dan sikap belajar positif dalam penggunaan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) sangat penting untuk meningkatkan interaksi dalam pendidikan. Ini sejalan dengan prinsip yang disampaikan oleh UNESCO, bahwa teknologi tidak boleh bertentangan dengan etika,” ujar Haris.
Ia mengatakan etika dalam penggunaan teknologi juga diterapkan untuk penelitian dan pengembangan AI di Indonesia.
Talenta Digital
Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, Wijaya Kusumawardhana menyampaikan butuh 9.000.000 talenta bidang digital untuk mendukung transformasi digital berkelanjutan yang sedang dilakukan oleh Kemenkominfo.
“Beberapa program Kemenkominfo yang digalakkan untuk mencapai literasi digital dari tahap paling dasar hingga mahir di Indonesia, antara lain Gerakan Nasional Literasi Digital, Digitalent, dan Digital Leadership Academy. Program ini secara keseluruhan telah mencetak sebanyak lebih dari 23 juta talent selama 5 tahun terakhir,” ujar Wijaya.
Pengembangan AI di Indonesia tidak terlepas dari proses adaptasi dan kolaborasi berbagai pihak. Rektor Universitas Indonesia, Ari mengatakan di dunia yang berubah dengan cepat saat ini, peran pendidikan tinggi mengalami transformasi besar.
Teknologi digital telah menjadi kekuatan pendorong di balik evolusi ini. “Kolaborasi, networking dan diplomasi menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ekonomi digitalisasi pendidikan,” ujar Ari Kuncoro.