Kanada (Lampost.co) — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (12/11) menyoroti krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza, menggambarkannya sebagai “padang puing” tempat “tindakan yang mengingatkan pada kejahatan internasional terberat.”
“Sejak eskalasi konflik ini pada Oktober 2023, kami telah melaporkan kepada Dewan (Keamanan PBB) tidak kurang dari 16 kali,” ujar Joyce Msuya, Pelaksana Tugas Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Pelaksana Tugas Koordinator Bantuan Darurat, dalam sidang Dewan Keamanan PBB mengenai Palestina.
Mengecam dampak eskalasi terbaru, Msuya menyatakan warga sipil “terusir dari rumah mereka, tercerabut dari akarnya dan kehilangan martabat” serta seringkali dipaksa menyaksikan kematian anggota keluarga mereka.
Baca juga: Afrika Selatan Sebut Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata di Gaza
Ia menggambarkan kondisi mengerikan yang dialami anak-anak terluka, yang dalam beberapa kasus ditulisi dengan kata-kata “Anak Terluka, Tidak Ada Keluarga yang Selamat” di lengan mereka.
Menekankan bahwa kehancuran Gaza telah mencapai skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan lebih dari 70 persen rumah penduduk rusak atau hancur, Msuya bertanya: “Pembedaan apa yang telah dibuat dan tindakan pencegahan apa yang dilakukan?”
“Kita sedang menyaksikan tindakan yang mengingatkan pada kejahatan internasional terberat,” tegasnya.
Ia mencatat bahwa “serangan terbaru yang Israel lancarkan di Gaza Utara bulan lalu adalah versi yang lebih intens, dan ekstrem. Serta di percepat dari kengerian selama setahun terakhir.”
75.000 Orang Terjebak
Serangan Israel yang terus-menerus kini berdampak pada sekitar 75.000 orang yang terjebak di Gaza Utara. Dengan persediaan makanan dan air yang sangat terbatas, katanya.
Msuya mengkritik blokade Israel terhadap pasokan bahan bakar yang di perlukan untuk mengoperasikan alat penggali. Alat itu berguna menyelamatkan warga yang terjebak di bawah reruntuhan. Ia juga mengecam bahwa “kekejaman yang kita lihat setiap hari di Gaza seolah tak ada batasnya.”
“Warga yang terkepung sekarang mengaku takut bahwa mereka akan menjadi sasaran jika menerima bantuan,” tambahnya.
Msuya juga menyatakan keprihatinannya atas rancangan undang-undang baru yang Knesset Israel ajukan. UU itu bertujuan melarang aktivitas badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mulai Januari mendatang.
“Jika di terapkan, undang-undang ini akan menjadi pukulan berat bagi upaya menyediakan bantuan penyelamatan jiwa dan mencegah ancaman kelaparan. Tidak ada organisasi lain yang bisa mengisi kekosongan ini,” ia memperingatkan.
Msuya menyerukan aksi internasional segera. Juga mendesak negara-negara anggota PBB untuk menggunakan “tekanan diplomatik dan ekonomi, transfer senjata yang bertanggung jawab, dan melawan impunitas” untuk mencegah penderitaan lebih lanjut.
Ia juga meminta Dewan Keamanan untuk menggunakan “kekuasaannya di bawah Piagam PBB. Untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum internasional dan implementasi penuh dari resolusinya.”